Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menjemput Senja: Refleksi Puisi Naratif Karya Arief Akbar Bsa

19 Oktober 2021   16:35 Diperbarui: 19 Oktober 2021   16:50 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENJEMPUT SENJA
oleh : Arief Akbar Bsa

sore ini begitu indah
temaniku di taman penuh bunga
dengan secangkir kopi manis,
kulumat habis tanpa sisa
seraya menikmati sketsa senja
yang berangsur tenggelam mengurai keindahan

ada bayang merah di langit,
mengapa selalu merah
dan bukan hitam,,
mungkinkah Tuhan suka warna merah
atau,
apa mungkin Tuhan tak suka warna hitam,
ahhh, sudahlah,
merah dan hitam
hanyalah pewarnaan saja,
sebaiknya kunikmati saja pandang mentari yang mulai beranjak sirna

Gedubraaakkk,

sontak terkaget oleh gaduhnya
diujung bangku taman,

kulihat gadis bergaun jingga
tengah menangis
sesekali meronta, menendang-nendang papan sampah yang teronggok di depannya
ada apa gerangan,
gadis jingga itu menjerit
dan memanggil sebuah nama,
hati kecilku bertanya-tanya,
mungkinkah kekasihnya yang ia panggil?

di penghujung malam,
merajah tangis kian membuncah
akan pilunya ditinggalkan kekasih
dari celoteh serta sumpah serapahnya yang terucap tiada henti.
ya,, dapat kurasakan pekatnya suara
meradang gelora yang tak sanggup lagi
bercengkrama pada hancurnya meraih singgasana cinta yang bertepuk sebelah tangan

dalam diam kuhela nafas
sampai begitu dalamkah getir itu menyapanya.
mungkin saja,
gadis jingga itu merasa hanya
ada satu jumlah lelaki di jagad ini
hingga dilenakan oleh sebab
sebuah rasa yang tak bertuan

sungguh sangatlah mengherankan,
batinku menjadi terbawa emosi,
atas apa yang sudah kusaksikan itu.
hanya karena lelaki saja kau terpedaya,,
lalu bagaimana dengan tumitmu,
jika nanti tak lagi mampu untuk berjinjit
apakah mampu kau sendiri tanpa sesiapa berkunjung dalam perut bumi
berteman isak tangis serta membawa gundah gulana dan ketakutan tiada tara,

mungkin, hanya bisa berharap
esok hari nanti,
pada senja di waktu yang sama,
kan kudatangi kembali taman bunga ini, dan berharap tak kujumpai lagi gadis jingga itu
singgah dibangku sudut taman ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun