Mohon tunggu...
Adv. Arief Budiman, S.H.
Adv. Arief Budiman, S.H. Mohon Tunggu... ADVOKAT -

Advokat / http://advokatariefbudiman.blogspot.com /\r\n advokatariefbudiman@gmail.com / \r\n arief_japfa@yaho.co.id / \r\n 081273777977 /\r\n Palembang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Legal Standing Warga Masyarakat sebagai Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara

12 Februari 2016   14:29 Diperbarui: 12 Februari 2016   15:26 6844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Walaupun keberadaan PTUN dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan Badan atau Pejabat TUN dengan masyarakat, dan juga bahwa keberadaan PTUN adalah untuk membina, menyempurnakan, dan menertibkan aparatur di bidang TUN, agar mampu menjadi alat yang efisien, efektif, bersih serta berwibawa, dan yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat, sebagaimana tertuang dalam pertimbangan huruf d dan huruf b konsideran UUPTUN (UU No. 5 Tahun 1986), namun penafsiran terhadap ketentuan Pasal 53 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang...” dan penjelasan dari pasal ini yang menyatakan “... Selanjutnya hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena oleh akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya yang bersangkutan merasa dirugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara. ...” telah menyebabkan Gugatan WM dinyatakan tidak memenuhi unsur dari pasal ini.

         Selain karena apa yang dimaksud dengan KTUN dalam UUPTUN haruslah bersifat individual, sehingga keuniversalan atau keberlakuan sebuah KTUN bagi warga masyarakat secara umum tidaklah terwadahi (lihat uraian konstruksi KTUN Bedasarkan UUAP di atas), juga Pengabaian terhadap penjelasan Pasal 53 ayat (1) UUPTUN yang menyatakan bahwa “maka hanya orang atau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagai subjek hukum saja yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara” dan pemfokusan kepada penjelasan yang menyatakan “hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena oleh akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya yang bersangkutan merasa dirugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara”, menjadi penyebab tidak diterimanya Gugatan WM oleh Pengadilan TUN.

         KETERKAITAN sebuah KTUN dengan Penggugat WM dalam UUAP telah mengalami pergeseran yang sangat positif. Pergeseran mana telah mengarahkan penyelenggaraan Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly). Pergeseran tersebut telah memberikan peluang bagi warga maysarakat untuk melakukan gugatan terhadap sebuah KTUN. Namun yang harus menjadi perhatian selanjutnya adalah UNSUR “MERASA DIRUGIKAN”.

            Gagalnya pembuktian UNSUR MERASA DIRUGIKAN oleh sebuah KTUN - Penulis merasa lebih pas menggunakan kata UNSUR “MERASA DIRUGIKAN” ketimbang UNSUR “KERUGIAN”. Kata “MERASA DIRUGIKAN” adalah norma dari Pasal 53 ayat (1) UUPTUN, sedangkan kata “KERUGIAN” adalah kata yang digunakan dalam penafsiran terhadap Pasal 53 ayat (1) UUPTUN menurut doktrin – menjadi dasar bagi Pengadilan TUN untuk menjatuhkan putusan NO.

            Kata MERASA dalam kalimat “... MERASA kepentingannya DIRUGIKAN oleh suatu KTUN” tertuju pada suatu keadaan psikologis dari subjek hukum terkait KTUN. Keadaan psikologis mana dapat saja muncul karena memang mengalami suatu kerugian secara nyata atau kongkrit atau berbentuk atau dapat dikonversi dalam nilai uang, ataupun kerugian yang bersifat abstrak (tidak kongkrit).

Sebagai contoh:

-        Keputusan Pemecatan PNS: Kerugian bersifat kongkret/nyata/dapat dikonversi dengan nilai uang.

-        Penerbitan Sertifikat Hak Milik ganda: Kerugian bersifat kongkret/nyata/dapat dikonversi dengan nilai uang.

-        Keputusan Pemindahan PNS: Kerugian bersifat abstrak, lebih tertuju pada rasa nyaman dan perasaaan-perasaan lainnya seperti malu, harga diri, dll.

-        Keputusan Izin Lingkungan, misal Izin Lingkungan Pembangungan Pabrik Semen di Kendeng (berdampak pada warga masyarakat): Kerugian abstrak

-        Keputusan Izin Penetapan Lokasi pembangunan, misal IPL Bandara Temon Kulonprogo Jogjakarta (berdampak pada warga masyarakat): kerugian abstrak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun