True Story : Dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
Bab.V. hal.2 #, Surat - surat tak terkirim, dari tanah rantau
Kadang di sela sela waktu kosong, aku mencoba menulis surat. Disitu ku tumpahkan rasa, segenap jeritan batinku ku curahkan diatas berlembar- lembar kertas. Â Disitu aku menjerit, disitu aku menangis, disitu aku tertawa, disitu aku tersenyum, dan disitu aku termenung. ( lihat disini )
Di kertas itu ku tumpahkan segenap rasa, segenap kepedihan, segenap kerinduan, kehilangan, keterasingan. Â Tentang cinta yang mengambang, cinta yang tak kesampaian, cinta yang tak kumengerti, cinta yang menyiksa, yang tak kunjung lekah dari jiwa.
Sekali menulis, aku bisa menghabiskan sampai delapan halaman kertas ukuran folio, bolak balik. Â Setelah puas ku baca, surat itu kemudian ku simpan rapi, tanpa alamat tujuan, dan ku selipkan diantara tumpukan pakaian di dalam lemari kecil milikku. Dirumah kontrakan kami itu.
Selama sekitar dua tahun aku di Kuching. Tumpukan surat-surat yang tak dikirim itu terkumpul sekitar lima ratus lembar.  Sayang nya , ketika kepulangan terakhir dari sana, aku tak sempat membawa nya, sehingga catatan sejarah hidup ku yang penuh dengan nestapa cinta, duka lara, kerinduan, kepedihan, kehilangan, keterasingan, lenyap bersama hilang nya surat-surat diatas kertas yang tak pernah terkirim, tak pernah sampai, tak pernah dibaca oleh nya, dan tak pernah diketahui. ( klik disini )
Akan tetapi, surat-surat itu, Paling tidak, mungkin goresan tinta diatas kertas itu, mewakili upaya ku untuk menghapus kenangan yang mengharu --biru batin ku. Â Kenangan tentang perjalanan hidup, dalam waktu yang cukup singkat, aku mengalami pengalaman batin yang luar biasa.
 Kadang aku berfikir, apakah Tuhan punya rencana khusus untukku? Tapi apa?
Apakah aku dilahirkan hanya untuk disiksa?  Sebagai penganut Islam, aku diajarkan bahwa kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah, tapi mengapa aku harus menjalani hidup dengan penuh siksa batin, sejak usia sepuluh tahun? Mengapa?  ( lihat disini )
Mengapa hatiku disiksa, mengapa jiwaku dibuat merana, mengapa aku tak Kau takdir kan untuk bersama nya, mengapa? Jika Kau ciptakan rasa, lalu kenapa kemudian Kau gunakan untuk menyiksa? Aku tak pernah mengenal rasa cinta, Kau lah yang menanam nya,!"
Bukankah Cinta adalah rasa yang menjadi penerus generasi manusia? Jika cinta merupakan anugrah, agar dengan itu keberlangsungan species manusia, dengan membentuk rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, apakah aku tak berhak atas nya?
"Aku mencintainya , ya Allah, dengan cinta sesuci Adam untuk Hawa. Dengan cinta setulus Qais  untuk  Laila.  Aku ingin menikahinya. Aku ingin hidup bersamanya, dan tak terpisah, hingga maut menjemput. Apakah itu salah?  ( lihat juga )
 "Aku tak pernah menodai cintaku dengan nafsu.  Aku tak pernah menyentuhnya dalam arti kata sebenarnya. Bahkan hatta sekedar memegang tangan nya.  Aku terlalu memuja nya.  Aku sangat menghargai nya.  Di mataku, ia bak permata yang sangat istimewa,"
"Ingin ku simpan dalam bingkai kaca jiwa. Ku pandangi dengan penuh rasa . Dan nantinya, kan ku timang buah cinta dari Nya. Anak -- anak ku yang akan lahir dari rahim Nya.  Ya Allah, salah kah jika ini yang jadi cita-cita,?"  ( baca juga )
" Pungguk Merindukan Bulan,"
Pekat malam tanpa Gemintang,
Diantara penat dan letih
Aku tengadah
Menatap langit-langit kamar
Lalu senyumnya melintas,
Dan gema suaranya terngiang
Gelak tawa
lesung pipit
Tahi lalat diatas bibir
Lenggang lenggok
Semuanya "
Inikah Cinta,?Â
Atau
inikah rindu,?
Dan tiba -tibaÂ
Setetes air menggenangi kelopak mata,
"Tapi memang hidup tidak mesti mendapatkan apa yang kita inginkan, justru kadang kita mendapatkan apa yang sebelumnya bukan keinginan," Orang bijak berkata, :" cinta kadang tak harus memiliki, tapi memiliki akan menumbuhkan cinta nanti nya," Mungkin akan seperti itulah  jalan cerita hidupku, barangkali?  "
Aku tak tahu, kedepan akan seperti apa langkah ku? Apa yang akan ku lakukan? Apa yang akan ku tekuni?  Sekarang , Aku sudah pulang kembali ke negeri ini, tanah kelahiran ku, kota tumpah darah ku, Pontianak.  ( klik juga )
Untuk buka usaha, modal ku sudah habis, kemaren menunggu untuk pulang kembali ke Kuching. Sekarang hatta buat ongkos aku sudah tak punya biaya.Â
Ya Allah, beri aku petunjuk, bimbinglah langkah ku!
Bersambung  : Episode 19 ( baca disini ) ( baca dari awal ) ( baca juga )