Mohon tunggu...
Arie Suharso
Arie Suharso Mohon Tunggu... -

Melihat, mendengar , merenung, dan membantu menyampaikan....... semua tentang bumi dipasena.

Selanjutnya

Tutup

Money

Di Balik Padamnya Listrik PT CPP

15 Mei 2011   16:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:39 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

BERLOMBA MENJADI KORBAN UDANG

(sepenggal cerita dari berhentinya operasional tambak udang terbesar di asia tenggara PT ARUNA WIJAYA SAKTI / PT Centra Proteinaprima yang kini sedang ditangani oleh pemerintah)

Masalah demi masalah terus berjejalan di negeri ini, berurutan di jajaran daftar tunggumeja loket solusi yang seolah tak berpetugas, ribuan rakyat dengan gelar buruh yang tersemat dipundak mengemis dihapusnya sistem kontrak dan outsourching yang mengubur masa depan dan jaminan hidup yang layak. Sementara itu calon generasi penerus yang dididik dan disiapkan sebagai pewariskasta berlombamengejar mimpi untuk keluar dari lingkaran sesat birokrasi yang menjadikan takdir dan nasib sebagai kambing hitam. Terus berangan menggenggam dunia dibawah kolong rumah, atau dibawah atap gedung sekolah yang nyaris tak berpenyangga sambil menikmati tetesan hujan dengan sumpah serapah.

Berlalu sudah hariperingatan seremonial tentang rakyat jelata dan generasi penerusnya, cerita dengan judul yang diulang-ulangtanpa meninggalkan kata sejahtera, tentram dan sejenisnya. Membuka parody jalanan yang tetap penuh dengan rakyat beserta yel-yel juga spanduk tentang nasib dan cerita hidup yang tak pernah tersentuh oleh tema tema yang menggema.

Unjuk rasa seakan menjadi syarat khusus untuk tegaknya sebuah sistem akhir-akhir ini, mengangkangi demokrasi dan uporia pemilihan wakil rakyat yang meminta fasilitas trilyunan agar lantang ucapkan kata ‘setuju’, memaksa rakyat untuk menjerit dijalanan dengan dalih proaktif dalam pembangunan atau jargon klasik tentang kebebasan berpendapat.

Bumi dipasena contohnya, sebuah kecamatan defenitif di provinsi lampung dengan delapan kelurahan yang sepenuhnya berada dalam kawasan berikat di bawah kuasa perusahaan pengelola udang terbesar di negeri ini, telah menjadi tempat tinggal ribuan rakyat baik berdomisili tetap mau pun berstatus sebagai pendatang yang bekerja dan mengkaryakan nasib didalamnya, telah menempatkan unjuk rasa sebagai salah satu bentuk sistem yang wajib ditempuh untuk merubah keadaan menjadi sebuah kondisi yang mendekati kata sejahtera. Sejak tahun 1995 saat pt dipasena citra darmaja tak mampu mengimbangi jumlah biaya hidup bulanan yang bibagikan kepada para plasmanya dengan harga kebutuhan yang mulai membumbung di awal krisis moneter negeri ini hingga awal januari tahun ini, aksi turun kejalan masih menjadi pilihan solusi dari masalah-masalah yang ada.

Yang menjadi konsumsi publik dari permasalahan di bumi dipasena ini adalah konflik horizontal antara perusahaaan inti dan petambak plasma, perjanjian kerja sama dan konsep kemitraan yang tidak berjalan menjadi latar belakang masalah pemicu terjadinya runtutan aksi unjuk rasa yang tak terhitung jumlah kesekian kalinya sejak tahun 1995.

Para petambak plasma yang kini menuntut adanya pemerataan melalui realisasi dari program revitalisasi total yang menjadi syarat utama pemenang lelang tender aset gajah tunggal group di benturkan pada masalah pendanaan dan pemasaran dari perusahaan inti pt centra proteinaprima, yang mencoba mensiasati permasalahan-permasalahan tersebut dengan perubahan sistem dan jadwal yang dianggap mengingkari komitment awal terhadap pengamanan program revitalisasi tersebut.

Upaya para petambak plasma, sebagai rakyat yang mengandalkan aksi unjuk rasa sebagai jalan untuk menyampaikan masalah direspon positif oleh pemerintah. sementara itu pihak perusahaan inti yang juga berperan sebagai apalis berupaya keras untuk menempatkan posisi sebagai pihak yang dirugikan dari sistem penyampaian aspirasi yang mengesampingkan rumitnya birokrasi yang ada.

Ditengah upaya penyelesaian konflik kemitraan oleh kementrian kelautan dan perikanan perhimpunan petambak plasma P3UW mencoba menyikapinya dengan penundaan dan penghentian proses budidaya selama belum ada titik kejelasan hal ini dianggap perlu agar permasalahan ini tidak lagi berkepanjangan dan segera menjadi prioritas kerja pemerintah, hal ini pun mereka lakukan untuk menghindari adanya upaya-upaya dari pihak-pihak yang mencoba menutupi akar masalah yang sebenarnya yang ironisnya juga berasal dari pihak plasma itu sendiri. Namun pt centra proteinaprima sebagai mitra kerja justru menganggap upaya-upaya yang dilakukan oleh para petambak ini sebagai tindakan yang sama sekali tidak menghargai kerelaan pihak perusahaan untuk bertahan dalam kerugian demi masa depan plasma. mencemooh P3UW sebagai LSM yang tak memiliki kepentingan dalam perjanjian kerja sama yang ada, sementara semua lembaga plasma yang ada di dipasena lahir dari rahim P3UW yang menjadi aspirasi ribuan plasma karna menginginkan manajemen yang terpisah dan transparan. Hal ini tentu membuat perbedaan persepsi dari berbagai pihak yang memcoba membantu mengurai kusutnya benang masalah yang ada.

Namun jika ditelaah lebih dalam tentang perbedaan persepsi dan upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak,  maka yang timbul adalah sebuah kewajaran dari rumitnya sistem dan birokrasi yang ada di negeri ini. Para petambak plasma sebagai rakyat jelata yang menginginkan pemerataan kesejahteraan menuntut dituntaskannya program revitalisasi total demi masa depan yang lebih baik dan keadilan sosial antar sesamanya, sementara perusahaan inti sebagai mitra kerja yang dengan dalih yang sama berupaya sebisa mungkin untuk mempertahankan eksistensi usahanya di atas lahan pertambakan yang memiliki letak geografis yang sangat strategis karna diapit dua sungai besar yang menjaga stabilitas kondisi perairannya sebagai modal utama dalam usaha budidaya udang.

Sementara itu pemerintah melalui kementrian kelautan dan perikanan yang berupaya memberikan jalan tengah dari akar masalah konflik horizontal yang telah menjadi warisan ini pun, berupaya memaksimalkan kinerjanya dengan berbekal anggaran yang tak lebih dari lima puluh milyaran untuk mewujudkan target produksi bumi dipasena sebagai penghasil udang terbesar diasia tenggara. namun mencermati besarnya jumlah anggaran untuk geliat pembangunan dinegeri ini terkadang membuat pikiran rakyat semakin bingung, negeri yang dibangga-banggakan sebagai negara maritim dengan mimpi menjadikan potensi bahari sebagai tonggak kesejahteraan ekonomi rakyatnya hanya mendapatkan4,9 trilyun dari dana anggaran belanja negara 2011 untuk optimalisasi ratusan aspek perikanan di negeri ini, sementara disisi lain wakil rakyat sibuk meminta fasilitas sebuah gedung dengan nilai 1,16 trilyun untuk merancang undang-undang yang membuat rakyat kembali menjerit dan turun kejalan belum lagi anggaran dana untuk kunjungan kerja yang lebih mirip dengan rekreasi.

Ada begitu banyak aset dan sumber daya alam di negeri ini yang jatuh ketangan pihak asing yang sebenarnya juga bermodal nekat dan jaringan pemasaran yang pas-pasan kemudian terhenti ditengah jalan dan terbengkalaimenjauh dari target sebagai penopang devisa dan kesejahteraan rakyat,pengusaha-pengusaha nakal yang selalu menempatkan diri sebagai pihak yang tertindas ketika kaki kapitalisnya tak lagi kuat menginjak rakyat yang sudah sesak dengan duri penderitaan dan ketidak adilan.

Sudah saatnya pemerintah lebih dalam mengenal rakyat dan komponen-komponen bangsa untuk menjamin sebuah sistem dan upaya untuk sesuatu yang lebih baik dalam arti sebenarnya bagi masa depandan kesejahteraan rakyatnya, membuang jauh-jauh pengusaha-pengusaha nakal yang dengan modal pas-pasan mencoba mensiasati pendanaannya dengan mengadu domba rakyatnya, menciptakan suasana semakin tidak kondusif dengan ketika posisi tercepit, dengan  mengkambing hitamkan suara kebenaran . mengejar keuntungan dan keserakahan sambil memposisikan diri sebagai korban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun