Oleh: Aridina Fasyani KhairunnisaÂ
12 Juni 2025-16.30 WIB
Sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, aku ingin berbagi keresahan kecil yang mungkin belum terlalu banyak disuarakan, tapi cukup terasa dalam kehidupan perkuliahan kami sehari-hari: ketidaksterilan kawasan Universitas Jember dari pemukiman warga. Mungkin ini hal sepele bagi sebagian orang, tapi kalau dirasakan terus-menerus, cukup mengganggu proses belajar mengajar, khususnya untuk kuliah tatap muka.
Universitas Jember memang luas. Banyak fakultas yang tersebar dengan gedung-gedung megah dan fasilitas yang terus berkembang. Tapi di balik megahnya gedung-gedung itu, masih ada dinamika lain yang tidak semua orang tahu. Di tengah kawasan kampus, masih terdapat pemukiman warga yang cukup aktif, lengkap dengan rumah, dapur, ternak, bahkan lahan tanam pribadi.
Beberapa minggu lalu aku lewat jalur pinggir bundaran (setelah Fakultas Kedokteran dan sebelum Fakultas Teknik Pertanian), dan melihat plang bertuliskan "Tanah Ini Dalam Proses Hukum" terpancang di area rumah warga yang berdempetan langsung dengan kawasan kampus. Ini bukan sekadar simbol, tapi mencerminkan realitas yang selama ini jarang dibicarakan secara terbuka oleh mahasiswa.
Di FKG UNEJ sendiri, kami tidak hanya belajar di ruang kelas, tapi juga menjalani banyak kuliah tatap muka yang membutuhkan konsentrasi penuh. Meskipun tidak terdengar suara hewan ternak secara langsung, tapi bau kandang kambing kadang-kadang tercium dari area sekitar. Ini bukan berarti kami mencari-cari kekurangan, tapi bayangkan saja, sedang belajar anatomi mulut atau diskusi tentang kasus pasien, tiba-tiba terganggu oleh aroma tidak sedap yang menyusup ke dalam ruangan.
Apalagi kondisi ini tidak terjadi sekali dua kali. Memang tidak setiap hari bau itu muncul, tapi cukup sering untuk membuat mahasiswa menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang ideal dengan lingkungan kampus kita.
Hal lain yang juga pernah aku alami adalah suasana yang tidak selalu terasa seperti kawasan pendidikan. Beberapa area kampus, terutama jalur pintu belakang atau sekitar pinggir kampus yang dekat dengan pemukiman, masih dilewati oleh warga untuk aktivitas sehari-hari. Tidak jarang kita melihat motor warga lalu-lalang di jalur kampus, bahkan beberapa warung kecil juga ada di sekitar sana.
Aku pribadi tidak menentang keberadaan warga. Mereka juga punya hak hidup dan bertempat tinggal. Tapi dalam konteks kawasan kampus, seharusnya sudah ada batas yang jelas antara zona pendidikan dan zona permukiman. Apalagi kampus ini statusnya milik negara. Ketika fungsi pendidikan terganggu oleh aktivitas non-akademik yang terjadi di sekitarnya, maka perlu ada penataan ulang.
Dari informasi yang aku baca di $ Radar jember$ , pihak UNEJ sebenarnya sudah mencoba menyelesaikan persoalan ini sejak lama. Salah satu upaya yang pernah dilakukan adalah mencoba membeli tanah milik warga yang berada di dalam kawasan kampus. Tapi kenyataannya, banyak dari warga tidak mau menjual lahannya. Mereka lebih memilih sistem tukar guling, yang sayangnya menurut pihak kampus justru lebih berisiko secara hukum di masa depan.