Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.780 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 24-04-2024 dengan 2.172 highlight, 17 headline, dan 106.868 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengubah Kardus Menjadi Aneka Macam Permainan Anak, Cara Lain Menjauhkan Anak dari Gawai

26 Mei 2020   21:30 Diperbarui: 26 Mei 2020   21:30 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mbah, punya kardus atau tidak?" tanya adik Moses malam-malam. "Kalau di toko Mbah ada banyak, kalau di rumah tidak ada." Dan keesokan harinya sudah ada kardus yang diambil dari toko mbah untuk Moses. Lalu siangnya, setelah selesai mengerjakan tugas dari sekolah, Moses pun mengajak bapak dan kakaknya, Mas Radit untuk berkarya bersama membuat berbagai permainan dari kardus.

Anda mungkin bisa tebak ya, mereka membuat apa saja. Karena keduanya anak laki-laki, Radit dan Moses memilih membuat aneka permainan berupa senjata. Apalagi Moses sangat ingin jadi tentara di kemudian hari. 

Sekali lagi keterbatasan di rumah mbah, ketiadaan mainan kesukaan Moses, membuat Moses ingin berkreasi lagi membuat alat permainannya sendiri. Tentu saja kali ini dengan bantuan Mas Radit dan Bapak Eri.

Dokpri
Dokpri
Mas Radit mulai menggambar pola senjata, baik pistol maupun senapan. Adanya panduan dari video di youtube menolong mas Radit menggambar pola-pola senjata tersebut. Lalu dengan bantuan Bapak Eri, Moses mulai menggunting pola pada kardus. 

Untuk memperindah senjata buatan mereka, digunakan lakban coklat. Cukup lama mereka membuat perlatan perang dari kardus. Selain senapan dan pistol ada juga pisau kecil. Peralatan-peralatan perang ala Moses dan Radit.

Setelah selesai semua keguatan pembuatan senjata permainan dari kertas kardus, mereka berdua pun asyik bermain tembak-tembakan. Ada yang pura-pura jadi polisi, ada juga yang jadi penjahatnya, secara bergantian. 

Bahkan kadang keduanya menjadi polisi dan penjahatnya hanya dalam bayangan saja. Mereka mengembangkan imajinasinya untuk bermain bersama. Seru dan pastinya ramai sekali. Hanya dua anak laki-laki kecil sudah meramaikan suasana rumah Ibu saya.

Dokpri
Dokpri
Lalu bagaimana nasib gawai mereka? Sejenak saat sedang bermain perang-perangan bersama, mereka sudah lupa dengan gawai yang sering kali melekat di tangan mereka. Bermain game online, marah-marah kalau mendadak hilang signal jaringan internet. Sungguh mengganggu bukan?

Saya tidak tahu bagaimana dengan anak-anak lain pada umumnya. Apakah mereka yang kecanduan game online dalam gawai bisa menaikkan emosi anak menjadi kasar? Dari beberapa cerita yang saya dengar, ada kecenderungan seperti itu. apalagi jika game online yang dimainkan berkaitan dengan perang-perangan.

Setiap kita, orang dewasa mungkin tidak mau melihat anak-anaknya kecanduan game online. Membuat gawai seperti melekat di tangan. Lupa makan dan minum, tak mendengarkan sapaan. Wah kalau seperti ini pasti sudah tingkat tinggi kecanduannya. 

Karena itu, peran orang tua sangat besar untuk secara aktif menolong anak menjaga keseimbangan antara bermain gawai dan bermain permainan lainnya. Atau setidaknya melakukan aktivitas bermanfaat lainnya. Bermain gawai itu masih diijinkan, asal tidak berlebihan bukan?

Apakah Anda bisa memisahkan sama sekali gawai dari anak-anak? Saya rasa ini pergumulan berat bagi anak-anak jaman now dan juga orang tua. 

Mereka generasi milenial yang tak bisa terpisahkan dari penggunaan gawai, terlebih sebagai alat permainan. Karena itu, perlu adanya ketegasan dari orang tua untuk mengurangi penggunaan gawai pada anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun