Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.750 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 26-02-2024 dengan 2.142 highlight, 17 headline, dan 105.962 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jauhkan Sekolah dari Bencana "Bullying"

2 Mei 2019   18:08 Diperbarui: 14 Desember 2021   20:33 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku koleksi pribadi. Photo by Ari

Sebenernya sudah lama saya ingin menulis berkaitan dengan kasus Bullying yang marak di sekitar awal bulan April. Tapi saya terus menahan diri. Memang sungguh sangat disayangkan ini masih terjadi di dunia pendidikan kita. Kesedihan saya bukan hanya sebagai seorang guru yang melihat dan mendengar fakta tersebut, adanya bullying antar siswa, masih bercokol di beberapa sekolah di negri tercinta. 

Namun juga kesedihan sebagai warga negara yang melihat generasi mudanya masih banyak yang salah arah dalam memilih jalan kehidupan. Menyakiti dan mempermalukan sesama siswa, bahkan yang lebih muda, yang seharusnya dilindungi dan diberi panutan oleh siswa yang lebih dewasa secara usia. 

Apa mau dikata, itu semua sudah terjadi. Yang menjadi perhatian saya sekarang adalah bagaimana menolong korban bullying ini secara profesional. Saya memang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal di bidang psikologi yang bisa menolong secara langsung kasus bullying ini. Namun ijinkanlah saya membagikan sedikit dari buku yang saya baca karya Jodee Blanco berjudul "Bencana Sekolah". 

Buku ini menjadi buku bacaan yang saya rekomendasikan bagi guru maupun orang tua yang khususnya menangani anak usia remaja. Siswa-siswa SMA dan boleh juga SMP yang kadang masih mencari jati diri. Sayang sekali jika mereka tidak mendapatkan bimbingan yang tepat dan panutan yang layak untuk dijadikan teladan hidup.

Judul asli buku ini adalah "Please Stop Laughing at Me.." Di dalam terjemahan bahasa Indonesia diberi judul "Bencana Sekolah" yang merupakan memoar mengejutkan, menggugah, dan menginspirasi tentang bullying. Joddie Blanco adalah seorang yang pernah mengalami langsung dalam kehidupannya peristiwa bullying yang sangat mengerikan di masa-masa sekolahnya. 

Namun dia berhasil selamat karena mendapat dukungan penuh dari keluarga besar. Bahkan sekarang telah menjadi seorang aktivis dan pakar yang berpengaruh dalam bidang bullying di sekolah. Yang juga menuliskan buku yang saya sebutkan di atas. Buku yang menjadi salah satu buku laris versi New York Times.

Joddie mengabdikan hidupnya untuk kemudian datang ke sekolah-sekolah dan melakukan kampanye anti bullying. Melakukan dengan setia dan tulus dengan pendekatan berdasarkan pengalaman pribadinya sehingga Joddie berhasil menolong menggagalkan banyak siswa yang berusaha melakukan percobaan bunuh diri dan mencegah aksi pembalasan dendam siswa yang berkaitan dengan bullying. 

Program antibullying yang diperkenalkannya adalah It's NOT just joking around. Program tersebut disambut gembira oleh kombinasi peserta lebih dari 500 ribu tenaga pendidik, siswa, dan orang tua di seluruh negara atas perintah Departemen Dalam Negri Amerika Serikat, Asosiasi Nasional Sekolah Katolik, Asosiasi Dewan Sekolah Illinois, dan sejumlah sekolah distrik setempat di mana banyak dari mereka mengadopsi prakarsa Joddie Blanco sebagai bagian dari kurikulum inti pencegahan bullying di sekolah. (Sumber Buku Bencana Sekolah).

Baiklah saya hanya ingin memperkenalkan sedikit pada pembaca, siapakah Joddie Blanco yang saya bicarakan di atas. Sehingga jika ada yang ingin menjadikan bukunya sebagai bacaan, bisa melihat peran nyata Joddie Blanco dalam pendidikan di negaranya. 

Dalam buku ini, Joddie menuturkan dengan jujur segala peristiwa yang dialaminya di sekolah. Bagaimana dia menjadi bahan ejekan teman sekelasnya. Saya tidak akan bahas perlakuan-perlakuan apa yang diterimanya karena sangat kejam dan mengerikan. Saya bahkan,terpaksa  ada bagian-bagian yang sampai tidak tahan baca dan saya skip. Bagaimana dia melalui masa-masa penuh penderitaan akibat perbuatan-perbuatan teman-temannya yang selalu menganggap itu sebagai bercanda saja. Namun dampaknya sungguh sangat luar biasa bagi Joddie. Bahkan entah berapa kali dia berusaha mengakhiri hidupnya. 

Namun uluran dan dekapan kasih keluarganya yang membuat dia berhasil bertahan. Penerimaan tulus akan keberadaan dirinya juga salah satu penguat untuk dia tetap bertahan. Bertemu dengan orang-orang sepenanggungan, sesama korban bullying juga membuat dia merasa tidak sendiri. Ada orang-orang yang mengalami hal sama, dan mereka saling menguatkan. Tentu saja didampingi tenaga profesional dalam bidangnya. Tapi tetap saja, keluarga menjadi pendukung utama bagi Joddie untuk bisa lepas dari pengaruh buruk bullying yang dialaminya. Orang tuanya, paman dan bibinya, kakek dan nenek semua bahu membahu menolong Joddie. 

Sebuah kisah hidup yang mengharukan. Silakan dibaca sendiri secara lengkap isi bukunya. Saya hanya menyampaikan inti pentingnya peran keluarga dalam mendukung korban bullying seperti yang dialami Joddie. Bahkan kemudian mendedikasikan hidupnya untuk berkiprah memerangi bullying di sekolah-sekolah. Buku ini juga dilengkapi dengan tanya jawab pada Joddie. Ada satu pertanyaan menarik yang saya akan kutip jawabannya di sini.

"Apa yang Anda harapkan dari para guru dari membaca buku ini?

Bahwa mereka perlu menangani bullying di sekolah dengan serius, dan yang terpenting mewujudkan belas kasihan, bukan hanya kepada para korban bullying, tetapi juga kepada para pelaku bullying, karena keduanya adalah dua sisi mata uang. Keduanya terluka. Keduanya butuh cinta dan dukungan. Begitu sering buku saya disebut sebagai seruan untuk bertindak, tetapi dalam benak saya, buku ini lebih sebagai seruan untuk berbelas kasihan, terutama bagi pendidik."

(dikutip dari buku Bencana Sekolah bagian Tanya jawab dengan Penulis)

Jadi yang menarik dari buku ini, Joddie mengajak kita para pendidik, orang tua, orang dewasa untuk menunjukkan cinta kasih pada baik korban bullying maupun pelaku bullying. Keduanya membutuhlan perhatian kita.  Bukan malah kita mencaci maki mereka para pelaku bullying dengan kata-kata yang sama kasarnya. Bahkan boleh dibilang sampai terjadi pembulnuhan karakter mereka. 

Dengan begitu kita juga sedang memberi teladan yang salah pada para pelaku bullying. Marilah kita bersama-sama,  bahu-membahu mencegah terjadinya bullying di dunia pendidikan kita, di negri tercinta, Indonesia Raya. 

Tulisan ini sengaja saya persembahkan di hari ini, tanggal 2 Mei 2019 yang diperingati bersama sebagai Hari Pendidikan Nasional. Mari kita bersama menjadikan negeri ini lebih baik, dengan mendidik generasi bangsa dalam segala ketulusan, kesabaran, ketabahan, dan semangat yang tak putus-putusnya. Yakinlah pada para generasi muda kita bahwa mereka pribadi-pribadi istimewa yang masih bisa dibentuk menjadi pribadi-pribadi yang matang dan dewasa, cinta sesama dan juga cinta bangsa dan negara.

Salam persatuan Indonesia dan salam damai bangsa Indonesia. 

Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2019. 

Didedikasikan untuk semua rekan guru di Indonesia.

..

Salam hangat

Written by Ari Budiyanti

2 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun