Mohon tunggu...
Aria Sugiarti
Aria Sugiarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ria

Masih banyak salah dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gula Bertahan Meski Pandemi Mengancam

30 Juni 2021   10:28 Diperbarui: 30 Juni 2021   10:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk gula merah/ dokpri

Tidak terasa pandemi sudah 1 tahun lebih dan tak kunjung berlalu. Semenjak adanya pandemi ini, selain berdampak pada kesehatan masyarakat juga berdampak pada usaha masyarakat. Dampak adanya pandemi ini banyak dirasakan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kerena adanya pandemi ini banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengalami kerugian, bahkan tidak jarang dari mereka yang memilih untuk gulung tikar karena sulit mendapatkan konsumen. 

Namun, pandemi ini tidak berdampak terhadap home industry gula merah milik pasutri di Pacitan Jawa Timur. Surti (40) dan Suaminya Katwadi (42), mereka merupakan salah satu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah produksi gula merah. Pasutri ini tinggal di Desa Ketro, Kecamatan Kebonagung, Pacitan Jawa Timur.

Usaha ini sudah mereka tekuni kurang lebih selama 18 tahun. Awal mula mereka memilih untuk memulai usaha produksi gula merah berawal dari melihat pohon kelapa yang berada disekitar rumahnya cukup banyak dan hanya dijual kelapanya saja, akhirnya mereka juga memanfaatkan nira kelapa sebagai bahan utama gula merah.

"Usaha ini saya rintis bersama suami saya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, melihat pohon kelapa yang cukup banyak disekitar rumah membuat saya bersama suami saya berfikir untuk membuka usaha gula merah". Ucap Surti

Proses pembuatan gula merah/ dokpri
Proses pembuatan gula merah/ dokpri
Dalam pembuatan gula merah, pasutri ini membagi tugas, Katwadi (42) bertugas mengambil air nira dari pohon kelapa dan istrinya Surti (40) bertugas membuat dan memesarkan gula merah yang mereka produksi.

Terkadang Katwadi juga mengantikan istrinya membuat gula, karena selain membuat gula di rumah, Surti juga bekerja sampingan sebagai buruh pembuat tempe milik tetangganya. 

Hampir setiap pagi Surti bangun jam 3 pagi untuk menyiapkan sarapan dan dilanjut pergi kerumah tetangganya untuk membuat tempe juga memasarkannya setiap satu minggu sekali.

"Pembuatan gula di pagi hari sering dilakukan oleh suami saya karena setelah membuat sarapan untuk keluarga, saya harus membuat tempe di rumah tetangga saya. Meskipun upah yang tak seberapa tapi lumayan untuk menambah penghasilan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga saya". Tutur Surti

Mereka membuat gula merah masih menggunakan cara tradisional, yaitu menggunakan bambu (bumbung) untuk mengambil nira kelapa dan dimasak menggunakan kayu bakar.Setiap harinya Katwadi mampu mengumpulkan sekitar 10-15 bumbung air nira. Bambu (bumbung) yang mereka gunakan untuk mengambil air nira harus rutin dibersikan karena jika tidak akan berpegaruh terhadap kualitas gula yang dihasilkan.

Setelah air nira diambil dari pohon kelapa selanjutnya air nira tersebut dimasak menggunakan tungku dari kayu bakar selama enam jam bahkan lebih. Air nira yang sudah dimasak sampai mengental lalu dicetak menggunakan mangkok atau tempurung kelapa dan tunggu hingga mengeras. Mereka tetap menggunakan cara tradisional untuk membuat gula merah dengan tujuan mempertahankan rasa khas dari gula merah tersebut.

"Untuk mempertahankan kualitas gula, biasanya saya rutin membersihkan bambu (bumbung) 3 hari sekali. Saya membersihkannya menggunakan air panas. Jika bumbung yang saya gunakan  tidak dibersihkan biasanya gula yang dihasilkan kualitasnya kurang baik". Ucap Katwadi

Surti pemilik usaha gula merah/ dokpri
Surti pemilik usaha gula merah/ dokpri
Usaha ini mereka tekuni demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meskipun dalam proses produksi gula merah Surti (40) mengakui masih ada beberapa kendala yang sering terjadi, salah satu kendala yang sering mereka hadapi adalah kendala cuaca. Jika musim hujan tiba mereka kesulitan untuk mendapatkan kayu bakar dan air nira yang dihasilkan pohon kelapa kualitasnya juga mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan air nira yang dihasilkan tercampur dengan air hujan.

Jika nira yang dihasilkan kualitasnya kurang baik, kualitas gula yang dihasilkan juga tidak terlalu baik. Gula yang dibuat dari air nira yang diambil ketika musim hujan biasanya cenderung berwarna merah gelap, gula tidak dapat mengeras dengan sempurna dan rasanya sedikit asam sehingga harga jualpun rendah.

"Kendala yang sering saya temui biasanya saat musim hujan tiba. Selain air nira yang saya dapat kualitasnya kurang baik saya juga harus membeli kayu bakar dengan harga 5.000/ikat, karena saat hujan kayu dikebun banyak yang basah sehingga kami memilih untuk membeli". Tegas Katwadi dan Surti

Ketika produksi dan kualitas gula merah mengalami penurunana secara otomatis penghasilan para pembuat gula merah juga akan mengalami penurunan. Akan tetapi saat musim hujan tiba bisanya harga gula dipasaran cenderung melonjak, hal tersebut dikarenakan kebutuhan konsumen yang meningkat dan stok gula di pasar kurang. Disinilah salah satu keuntungan para pembuat gula merah, mereka dapat menaikkan harga gula merah di tengah terbatasnya stok gula merah di Pasar.

Gula yang kualitasnya rendah biasanya dijual dengan harga 8.000/kg, akan tetapi jika gula yang dihasilkan kualitasnya baik biasanya dipatok dengan harga 10.000/kg. Surti (40) menjual gula hasil produksinya di Pasar tradisional seminggu sekali. Dalam satu bulan pasutri ini mampu menjual gula sekitar 100kg dengan omset kurang lebih 1jt, itupun tergantung dari gula yang dihasilkan.

Selain menjual gula merah secara kiloan Surti juga menjual gula merah secara ecer. Meskipun bukan satu-satunya pembuat gula merah di Desa Ketro, Surti mengaku banyak tetangganya yang sudah menjadi pelanggan setianya.

"Saya biasanya menjual gula kiloan, tapi jika ada yang datang kerumah membeli ecer tetap saya layani. Untuk gula ecer bisanya saya menjual dengan harga 5.000 rupiah". Ujarnya

Ditengah pandemi seperti ini mereka tetap bersyukur karena usaha yang mereka miliki tetap berjalan seperti biasa, bahkan mereka berharap usaha gula merah ini akan berkembang pesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun