Rencana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Sejumlah kalangan meminta agar pemerintah meninjau kembali renncana tersebut.
Sebenarnya kritik tersebut hal yang wajar agar pemerintah tetap hati-hati dalam mengelola kebijakan publik. Namun, menjadi masalah bila kritik itu akhirnya jatuh pada fitnah dan ujaran kebencian.
Adalah Ferdinand Hutahean, seorang kader Partai Demokrat, yang mengkritik dengan sangat keras rencana kebijakan di atas. Dalam komentarnya di media, Ia menilai  pemerintah saat ini hanya cuma besar di kata-kata, namun nihil kinerja.
Sayangnya, kritikannya di atas dibumbui dengan 'nyinyiran' yang tak bermutu, seperti memfitnah pemerintah bahwa Presiden Jokowi memang membiarkan petani tetap miskin. Selain itu juga himbauan dengan kata-kata kurang sopan lainnya, seperti meminta Presiden Jokowi blusukan ke Vietnam dan lainnya.
Sangat disayangkan bila energi kritik tersebut hanya dihabiskan untuk "nyinyir" pada sebuah gaya pemerintahan atau 'gimmick' mengejek. Akan lebih baik bila seandainya Ferdinand fokus memberikan kritik secara substantif dan solusi yang realistis pada pemerintah untuk kondisi saat ini.
Bukan hanya dengan menyebarkan artikel yang provokatif dan mendiskreditkan pemerintah untuk menggiring opini negatif di publik saja.
Sejauh ini, impor itu sendiri belum direalisasikan oleh pemerintah. Masih dalam tahap wacana kebijakan.
Hal didasarkan oleh adanya kenaikan harga beras di beberapa wilayah akibat menurunnya cadangan stok beras nasional. Menurut FAO, cadangan beras untuk negara seperti Indonesia direkomendasikan sebesar 1,1 juta hingga 1,8 juta ton.
Sementara itu, cadangan beras pangan Indonesia pada pertengahan Januari 2018 jauh di bawah itu. Di sisi lain, panen beras di Indonesia baru dimulai pertengahan Februari 2018 dan berakhir pada Maret 2018 (panen raya).
Total konsumsi beras per tahun di Indonesia 37.700.000 ton. Artinya, konsumsi beras per bulan mencapai sekitar 3,1 juta ton.
Hitung-hitungan pemerintah pun, 500.000 ton beras hasil dari impor itu akan menjadi cadangan  sekitar satu hingga dua pekan saja. Jika merujuk pada waktu panen, impor beras itu pun diyakini tidak akan "memukul" petani.