Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Efisiensi Biaya Penanganan Penyakit Katastropik

4 Juni 2023   12:02 Diperbarui: 4 Juni 2023   23:00 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyakit Katastropik (Shutterstock)

Banyak pasien yang datang dan kita temui dalam praktek sehari-hari di fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) seperti Puskesmas atau klinik atau praktik dokter mandiri, sudah berada pada tahap atau stadium penyakit yang lanjut. 

Penyakit-penyakit tersebut biasanya sudah tidak dapat lagi ditangani menggunakan peralatan maupun obat-obatan yang tersedia di tingkat layanan primer. Dengan kata lain, penyakit-penyakit ini sudah termasuk ke dalam kategori penyakit-penyakit spesialistik atau penyakit yang memerlukan rujukan ke dokter spesialis yang tentu saja berada di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL). 

Penyakit-penyakit spesialistik adalah penyakit yang memerlukan biaya yang tinggi, baik dalam hal konsultasi, obat-obatan, maupun dalam hal tindakan medis yang diberikan, hal ini dikarenakan penyakit-penyakit tersebut sering kali membutuhkan serangkaian pemeriksaan penunjang yang mahal sebelum akhirnya dapat didiagnosis dan lalu diterapi.

Berbicara kini dan dulu, situasi dunia kesehatan telah banyak berbeda. Satu perbedaan mencolok ialah kemajuan dalam hal pencegahan penyakit menular karena penemuan vaksin yang akhirnya menyelamatkan banyak nyawa di dunia akibat ancaman penyakit menular. 

Dengan demikian, prevalensi dan insidensi penyakit-penyakit menular kemudian dapat ditekan dan pada gilirannya mampu mengubah penyakit tak menular yang kini menjadi jauh lebih dominan dan menjadi beban penyakit tertinggi di Indonesia. 

Jika kita menilik bersama pada data yang ada, penyakit-penyakit yang memberikan beban terbesar pada defisit JKN di Indonesia adalah non-communicable disease (NCD) atau penyakit tak menular (PTM) seperti stroke, gagal ginjal, dan penyakit jantung.

Penyakit tak menular, terutama yang memiliki sifat kronis atau berjangka panjang, ialah merupakan penyebab utama defisit dana JKN di Indonesia. Sebut saja penyakit gagal ginjal, dengan mempertimbangkan biaya untuk menjalani hemodialisa atau yang kerap kita kenal sebagai prosedur cuci darah bagi pasien dengan gagal ginjal kronis tahap lanjut mencapai kisaran biaya hingga 1.500.000 rupiah untuk setiap sesi cuci darah. Umumnya, pasien harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu.

Dengan demikian, dalam satu minggu, pemerintah mungkin harus mengeluarkan hingga 3 juta hanya untuk satu pasien saja. Pasien yang membutuhkan cuci darah tidak hanya satu atau dua, tetapi menurut data Riskesdas tahun 2018, terdapat sekitar 713.783 jiwa. 

Jika dihitung secara kasar, jumlah dana yang dikeluarkan setiap tahun mencapai triliunan rupiah. Belum lagi biaya obat-obatan pendukung seperti vitamin, mineral, dan lain sebagainya untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang tidak dapat tercukup dengan baik akibat kondisi kerusakan ginjalnya. Ia disebut sebagai penyakit katastropik akibat besarnya biaya yang ditimbulkannya.

Meskipun hampir seluruh faktor risiko dari penyakit gagal ginjal adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi atau dapat diubah dengan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih baik, nyatanya kita hampir selalu menemui pasien-pasien dalam tahap lanjut meminta rujukan ke RS saat bertugas di layanan primer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun