Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memegang Kata (Menyambut Hari Wayang Nasional)

6 November 2022   16:07 Diperbarui: 7 November 2022   00:58 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : wayang.wordpress.com

Dulu kambing terikat dengan tali. Sekarang kambing juga masih terikat dengan tali.

Dulu manusia terikat dengan kata-kata. Sekarang manusia terlepas dari kata-katanya.

(Sujiwo Tejo)

Tanggal 7 November diperingati sebagai Hari Wayang Nasional. Tanggal tersebut diambil berdasarkan penetapan wayang oleh UNESCO sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dalam pewayangan, umumnya diambil dari 2 kisah  yang melegenda, Mahabharata dan Ramayana. Salah satu yang menarik dari kisah-kisah pewayangan adalah tentang bagaimana manusia zaman dulu "memegang kata-katanya".

Dalam Mahabharata, dikisahkan Drupadi bersuamikan 5 orang, yaitu Pandawa (Yudisthira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sadewa). Hal ini terjadi karena ketika Arjuna membawa Drupadi (sebagai hadiah sayembara) kepada ibunya, Kunti, yang ketika itu tengah khusyu berdoa. 

Arjuna berkata "Wahai Ibu, lihatlah apa yang aku bawa". Tanpa sempat melihat terlebih dahulu, Kunti langsung menjawab "Sebagaimana biasanya Anakku, bagilah bersama-sama dengan saudara-saudaramu". Arjuna kaget. Sang Ibu pun tentunya kaget juga  setelah melihat apa yang dibawa Arjuna. Tapi kata-kata sudah terucap. Kunti harus menjaga kata-katanya. Dan Arjuna harus berbakti pada Ibunya. Jadilah Drupadi bersuamikan Pandawa.

Dalam Mahabharata (zaman Dwaparayuga menurut mitologi Hindu), dikisahkan bagaimana kata-kata begitu "sakti"nya. Jika orang tua, apalagi seorang Resi sudah mengeluarkan kata-kata atau kutukan, maka hal itu pasti akan terjadi. Bahkan Gandari, ibu dari Kurawa, bisa "mengutuk" Sri Krisna. Dan Sri Krisna meninggal, persis sesuai dengan "kutukan" Gandari. Walaupun tanpa kutukan itu pun, Sri Krisna sudah tahu bagaimana cara beliau akan wafat dalam 36 tahun sejak kutukan Gandari.

Dalam kisah Ramayana di zaman yang lebih tua daripada Mahabharata (zaman Tretayuga), seorang Rahwana sebagai tokoh "antagonis" yang menculik Shinta, masih tetap memegang teguh kata-katanya untuk tidak "menyentuh" Shinta. Ketika Rama berhasil merebut kembali Shinta, Rama meragukan kesucian Shinta. Hingga akhirnya Shinta harus diuji dengan api. Shinta selamat dari api. Bukti bahwa Rahwana, sejahat apapun, masih "memegang" kata-katanya.

Iblis, yang telah ada sebelum Adam diciptakan. Adalah sosok yang memegang teguh kata-katanya. Sekali tidak mau "sujud" kepada Adam, sampai kiamat tetap tidak mau sujud kepada Adam. Walaupun risiko dikeluarkan dari surga dan neraka jadi tujuan akhirnya. Justru ketika "menggoda" manusialah, iblis mulai "memainkan" kata-kata. Dikatakan iblis bahwa dengan memakan buah khuldi, Adam & Hawa akan kekal di surga. Ternyata kata-kata iblis tidak terbukti. Adam dan Hawa terusir dari surga. Dosa pertama manusia terjadi karena kata-kata yg tidak bisa dipegang.

Dalam mitologi Hindu, saat ini adalah zaman Kaliyuga. Dalam Islam, barangkali zaman ini adalah zaman Dajjal. Dimana yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Air tampak seperti api. Api tampak seperti air. Gambaran zaman Kaliyuga dan zaman Dajjal, tidak jauh berbeda dengan "ramalan" Jayabaya tentang zaman Edan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun