Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... owner Tinta yang bercerita dan RekGalauWae.co.id -

owner Tinta yang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melahirkan Anak Lewat Mulut

4 Januari 2018   13:31 Diperbarui: 4 Januari 2018   13:37 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang laki-laki tak mungkin bisa melahirkan, bukankah seperti itu  kondratnya? Namun bagaimana jika di dunia yang kini mulai gila, dan mendeskriminasi perempuan, kehabisan mahluk ber-rahim itu. Pernahkah kau  membayangkannya?

Seandainya dulu, Tuhan tak menciptakan ibu kita -- Siti Hawa -- apa  hal yang akan terjadi? Terbayang seberapa menyakitkannya melahirkan  lewat mulut, laki-laki pasti akan lebih menghormati kaum wanita juga  pada akhirnya. Dan jika ada teman atau suami yang tak menghargai  perempuan, maka suruhlah dia membaca kisah ini.

Di sebuah kota yang telah dikutuk, karena kecintaannya terhadap sesama laki-laki,  di mana perempuan -- baik anak-anak atau dewasa -- dibunuh secara tak  berperikemanusiaan, hingga kaum yang lebih condong ke nurani saat  mengambil keputusan itu punah, dan lelaki-lelaki gila yang otaknya setengah setelah itu merayakan pesta tentang bersihnya kota mereka dari kaum perempuan. 

"Betapa indahnya hari ini, telah lama aku menunggu kemerdekaan, kebebasan juga terlepasnya batas-batas yang kini hilang,"ucap pemimpin mereka, dalam sebuah pidato.

Di sepanjang jalan, kaum menjijikan itu melakukan banyak hal yang tak  bisa mereka lakukan sebelumnya, meminum  arak, bertelanjang, berteriak  hal-hal mesum, juga --maaf-- *berkelamin dengan sesama laki-laki. Mereka  telah di luar batas, mereka telah melakukan hal menjijikan di luar  nurani.

Apa hal yang terjadi selanjutnya? Sudah pasti, minggu pertama mereka terus berbahagia, begitu juga minggu minggu selanjutnya. Namun, setelah bertahun-tahun hidup di gelapan, seseorang pasti akan merindukan cahaya. Mereka,  para pelaku bejad itu mulai menyadari, tak akan ada seorang pun dari mereka yang memiliki keturunan dengan kebiasaan seperti ini. Tapi apa yang harus mereka lakukan? Tak ada seorang pun wanita kini di kota itu.

Penyesalan tak akan membuat seorang laki-laki bisa menjadi wanita. Secanggih apa pun teknologi manusia, tak akan pernah sanggup menandingi kekuasaan Sang Pencipta.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Memohon ampun pada-Nya? Bukan kah DIA Maha pemaaf?"

"Betul, itu yang dulu disebutkan para orang-orang suci. Mari kita kembali, mari kita mengakui segala ketololan diri."

Mulai sejak itu, semua penduduk bertaubat tanpa terkecuali. Menangis dan mengakui segala kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun