Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... owner Tinta yang bercerita dan RekGalauWae.co.id -

owner Tinta yang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Mendaur Ulang Sampah Menjadi Karya

3 Oktober 2017   09:39 Diperbarui: 3 Oktober 2017   09:57 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bubar! Bubar!" teriak seorang preman. Badannya yang tinggi menjulang  dipenuhi tato di setiap centinya, tak ketinggalan, anting-anting  tergantung di telinganya.

"Sebentar, Kang Sasmi. Ini ada apa?"  Pak RT dan aku segera berdiri, berusaha menenangkan. Mungkin saja ada  sesuatu yang salah dalam perkumpulan yang kudirikan. Perkumpulan ibu-ibu  PKK yang mendaur ulang sampah plastik dan kertas.

"Saya tak  suka perkumpulan ini, Pak! Mengganggu! Apa Bapak tak merasa, semenjak  perkumpulan ini berdiri, ibu-ibu di kampung kita berubah!" Preman itu  menunjuk-nunjukku, sambil berkacak pinggang.

Warga sekitar  yang sedang bekerja -- bapak-bapak di sekitar sini sedang membangun  rumah, juga sebagian lainnya bekerja sebagai pegawai pabrik kerupuk --  segera berdatangan, mendengar keributan. Pos PKK ini mendadak menjadi  seperti pasar kaget.

"Saya juga merasa ibu-ibu PKK sangat  berubah. Dari mulanya banyak yang menggosip saat ada waktu luang, kini  lebih produktif, memanfaatkan sampah-sampah menjadi barang yang lebih  berguna."

"Bukan itu, Pak! Yang saya dengar, saat bapak-bapak  pulang kerja, mereka melihat rumah berantakan, tak ada makanan di meja  makan, dan sang istri malah asik di sini."

Kegeraman begitu  tergambar di wajah lelaki garang itu. Urat-urat terlihat di pelipisnya,  giginya bergemeretak, menahan amarah. Jari-jarinya mengepal, siap  melayangkan tinju.

"Apa benar itu, Ibu-ibu?

Semua  perempuan setengah baya itu menggelengkan kepala, namun hanya Bu Lasmi  yang berani berkata, meski dengan gemetar. "Tidak benar itu, Pak. Ba--  bahkan, suami saya mendukung. Sekarang dia selalu bangun pagi-pagi dan  membantu saya beberes rumah, mengantar anak-anak ke sekolah. Karena dia  tahu,, saya mendapat bayaran dan membantu perekonomian keluarga." Lalu  terdenga bisik-bisik mengiyakan. Pak RT dan semua warga yang datang kini  menatap lagi Sang Preman.

"Saya dapat kabar itu dari sebagian bapak-bapak yang bekertja, dan mengeluh seperti itu," teriaknya membela diri.

"Kenapa mereka endak langsung menghadap ke saya? Malah ke Pak Sasmi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun