"Loh, amplop tadi bukannya isinya uang, Pak?"Â
"Ee... anu... kurang Mbak."Â
Kasir makin heran, sebab, sekilas tadi dia lihat amplop itu cukup tebal, tentu isinya banyak. Masa iya kurang untuk membayar 250 ribu saja?Â
Sampai di situ, hatiku gemuruh. Teringat anak-anak orang ini pasti seumuran anak-anakku di rumah. Terbayang betapa sedihnya, bayinya tak jadi mendapatkan susu, anak-anaknya yang lebih besar tak jadi mendapatkan biskuit, coklat, dan lolypop.Â
Aku melangkah ke depan lalu menyela,Â
"Kenapa, Pak? Ada masalah?"Â
"Oh, ndak, kok, Pak," jawabnya semakin gelagapan dan berusaha segera pergi.Â
"Tunggu, Pak, biar saya yang bayarkan belanjaan Bapak," ujarku seraya tersenyum hangat dan menahan tubuhnya supaya tidak pergi.Â
Aku tatap matanya, terlihat berkaca-kaca. Dia terlihat ragu lalu menunduk. Tak merespon tawaranku.Â
"Ini Mbak," ujarku sambil menyodorkan tiga lembar uang seratus ribu.Â
Kasir itu segera memasukkan semua belanjaan ke kantong kresek besar lalu  menyodorkannya ke tanganku. Aku pun langsung menyerahkannya ke tangan pria itu.Â
"Ni, Pak ... bawalah," ujarku kembali sambil tersenyum.Â
Tangisnya pun pecah begitu menerima kresek penuh belanjaan itu.