Beralih ke rak disebelahnya, dia ambil sekira sepuluh bungkus mie instan.Â
"Astaga, rupanya dia membeli berbagai kebutuhan untuk anak-anak."Â
Aku mulai berubah pikiran. Orang ini sepertinya bukan pencopet betulan, melainkan seorang ayah yang entah karena apa sedang kepepet dan akhirnya nekat mencopet karena melihat ada kesempatan. Pantas saja caranya mencopet amatiran. Aku yang tadinya kesal dan sangat bernafsu ingin melihat pencopet itu kecele, sekarang berubah menjadi kasihan.Â
Pencopet yang sepertinya sebaya denganku itu berjalan menuju kasir. Keranjang yang dia tenteng hampir penuh. Sebelum masuk antrian dia sempatkan mengambil beberapa permen lolypop dan memasukkannya ke dalam keranjang. Lalu dia masuk jalur antrian. Ada satu orang pembeli lain di depannya.Â
Aku pun buru-buru mengambil beberapa bungkus camilan lalu ikut antri persis di belakang si pencopet. Ketika tiba gilirannya, pencopet itu menyodorkan keranjang kepada kasir. Lalu kasir menjumlahkan harga seluruh belanjaan. Tertera di mesin kasir jumlah harga total belanjaan.Â
"Semua jadi 257.000 rupiah, Pak," ujar kasir.Â
Pencopet merogoh saku dan mengeluarkan amplop coklat. Kemudian dia tarik isi amplop itu.Â
Mendadak mukanya pucat, lalu gelagapan. Isi amplop yang sempat dia tarik hingga keluar separuhnya segera dia sorong lagi ke dalam, lalu amplop buru-buru dia masukkan kembali ke dalam saku.Â
"Eh, maaf, Â Mbak, saya batal belanja." Wajahnya makin pucat.Â
"Loh, kenapa, Pak?" Kasir heran.Â
"Oo..anu... anu ... dompet saya ketinggalan."