Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Penulis - PNS dan Penulis

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ngerjain Pencopet

23 Juni 2021   17:18 Diperbarui: 23 Juni 2021   17:29 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NGERJAIN PENCOPET 

(Cerpen karya Arfi Zon) 

"Kalau Lu memang memutuskan mau naik kereta, hati-hati copet, Bro. Lu orang baru di Jakarta. Copet di sini canggih-canggih, lho." Bayu, teman sekantorku, memperingatkan. 

"Canggih gimana maksud Lu?" tanyaku. 

"Ya, seolah bisa mengenali mana orang yang baru tiba di Jakarta dan baru nyoba naik kereta. Orang-orang itu jadi sasaran empuk mereka. Karena biasanya nggak waspada."

"Masa, sih, mereka bisa tahu? Lagian, apa iya masih banyak copet sekarang? Bukannya sekarang sistem perkeretaapian jabodetabek sudah canggih? Masuk area stasiun saja tidak bisa sembarangan. Harus bayar pakai e money." Aku meragukan kata-kata Bayu. 

"Ya, memang. Justru karena sistem commuterline yang sudah modern begitu, copetnya pun bertransformasi, menyesuaikan diri dengan keadaan. Mereka sulit dikenali. Tidak seperti pencopet jaman dulu yang mungkin tampang dan penampilannya mencurigakan, copet sekarang rapi dan terkesan intelek. Kadang mereka berpenampilan layaknya orang-orang kantoran. Dan tentunya mereka juga pakai modal untuk jadi copet. Setidaknya punya e money untuk bisa masuk area stasiun dan naik kereta untuk mencari mangsa." 

"Hmm... gitu, ya?" Aku manggut-manggut. 

"Ya, coba aja nanti Lu liat. Di tiap stasiun atau dalam gerbong kereta pasti selalu ada pengumuman agar waspada copet. Jadi, Lu hati-hati saja. Kalau di ransel Lu ada barang berharga, selama di area stasiun dan dalam kereta sebaiknya disandang di depan, jangan di punggung. Dompet dan hp juga hati-hati, taroh di saku depan. Trus, Lu jangan terlihat seperti orang bingung. Hati-hati juga dengan orang yang ngajak ngobrol tapi terkesan sok akrab. Pokoknya waspada," lanjut Bayu.

Aku kembali cuma manggut-manggut mendengar penjelasan teman di tempat kerja baruku itu. Aku memang baru beberapa hari ini mulai masuk kerja setelah dipindahtugaskan ke Jakarta. Apa yang dikhawatirkan Bayu tadi bisa jadi cukup beralasan. Karena aku berasal dari kota kecil di daerah. Megapolitan sebesar Jakarta tentu asing bagiku. Termasuk suasana stasiun dan gerbong kereta yang berjubel, penuh sesak oleh penumpang hampir sepanjang hari. Sama sekali belum pernah kurasakan. 

Wajar juga Bayu memperingatkan aku yang kampungan ini supaya tidak terlihat terlalu lugu apalagi terkesan linglung. Karena pelaku kejahatan di kota besar seperti Jakarta sangat beragam modus dan triknya. Beda jauh dengan situasi di daerah asalku yang tingkat kriminalitas dan masalah sosialnya relatif tak banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun