Mohon tunggu...
Mr. aBc
Mr. aBc Mohon Tunggu... Guru - Salam Gloria

🔛🖋️📝🖋️Goresan artikel sederhana. Mencoba berjiwa dan bersemangat sebagai guru muda. Di Era New Normal. Proses mencari dan menjadi inspirasi✍️ Sahabat Literasi: SMPK Santo Mikael - Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu dan Bapak "Mengusir" Kami agar Bisa Hidup Mandiri

29 November 2020   00:31 Diperbarui: 28 April 2021   19:42 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AriKeluarga si Budi, wisuda si bungsu (Sumber: Dokpri)

Penggembala kambing

Sore hari, tanggung jawab yang ibu dan bapak berikan kepada si Budi, adik kedua dan adik ketiga adalah menggembalakan kambing ke sawah. Bukan Cuma satu atau dua ekor, tapi hampir sepuluh ekor kambing. Bahkan kambing-kambing peliharaan tersebut kami beri nama. Menjelang Magrib, kami harus segera membawa pulang kambing-kambing peliharaan kami.

Sungguh, pengalaman menjadi seorang penggembala menjadikan kami pribadi yang berani, sabar, rendah hati, berani malu. Sementara teman-teman lain bermain, kami harus menjadi penggembala di sawah (berbekal nasi dan radio National). Dahulu kami menjadi gembala kambing, kini kami menjadi penggembala para murid-murid di sekolah. 

Makan malam bersama (indahnya berbagi)

Selepas pulang sekolah, si Budi remaja biasanya ditawari ibu "kalau mau bobok siang boleh, tapi cukup 30 menit saja, setelah itu segera bantu-bantu bapak". Waduh, kalau bobok siang cuma sebentar malah tambah pusing, jawabku dalam hati.

Selain sebagai seorang guru, bapak juga memiliki kesibukan sebagai tukang kayu. Menemani beliau bekerja sungguh membuat bulu kuduk merinding. Melihat beliau bekerja saja, saya sudah lelah. Rutinitas yang bapak jalani: subuh sudah bangun dan mengerjakan pesanan (meja, kursi, jendela, pintu, dll), belum juga sarapan jam 07.00 sudah berangkat mengajar naik sepeda onthel, Siang, sepulang mengajar lalu makan, menjadi tukang kayu lagi. Sekitar jam 15.00, mencari rumput untuk kambing. Setelah itu, bekerja menjadi tukang kayu lagi sampai sekitar pukul 22.00/23.00 WIB. Beliau memang pekerja keras, kadang saat membantu bapak bekerja, saya bertanya dalam hati "kapan bapak lelah dan mengantuk, lalu istirahat"?

Kembali ke si Budi remaja, yang sepulang sekolah menyempatkan diri bersama teman-teman sebaya untuk mencari kayu bakar. Maklum waktu itu masih belum trend elpiji. Mencari kayu bakar, untuk digunakan ibu memasak makanan untuk kami sekeluarga. Kami sekeluarga selalu menyempatkan diri untuk makan malam bersama. 

Disinilah moment paling mengharukan dan nasehat ibu selalu teringat. Betapapun kami sudah lapar, ibu selalu meminta kami semua untuk bersabar dan menunggu bapak untuk makan malam bersama. Secara bergantian kami sekeluarga bertugas untuk memimpin doa sebelum makan. Dalam hal makanan, benar adanya bahwa ibu dan bapak rela lapar untuk melihat anak-anaknya kenyang lebih dahulu. Seringkali jika mendapat kiriman makanan dari tetangga, karena hanya satu paket, maka kami bertanya "bu...ini berkat dibagi berapa"? Jawab ibu "dibagi empat saja, ibu dan bapak tidak usah".

Celengan

Menabung sejak dini juga tidak lupa untuk diajarkan oleh ibu dan bapak kepada saya dan adik-adik. Meskipun hanya menabung uang recehan kembalian belanja. Maka tidak heran jika kami berempat akan berebut untuk minta disuruh membeli sesuatu di warung/toko, sembari mengharapkan ada sisa uang/kembalian untuk kami tabung. Terkadang, bapak dan ibu secara adil, disaksikan oleh kami berempat memasukkan uang recehan ke dalam tabungan kami yang sederhana. Terbuat dari bambu yang dipaku di tembok secara vertical. Paling atas celengan bambu anak pertama, dst. Jika ingin membeli sesuatu, kami diajarkan untuk bersabar, sampai uang dalam celengan bambu kami sudah penuh.

Kini, teladan dan ajaran orang tua untuk menabung juga kembali saya ajarkan kepada anak kami, sejak usia 4 tahun dan ia sangat senang sekali. Sembari menabung, sambil kami berikan penjelasan tentang guna menabung, dan untuk apa nanti hasil dari tabungan anak kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun