Mohon tunggu...
Arifin Sultan
Arifin Sultan Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Ekonomi Kreatif

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Anak Muda dan Kolaborasi Medan Berkah

3 Februari 2020   19:09 Diperbarui: 3 Februari 2020   20:29 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam situasi hari ini mungkin ada satu harapan warga Kota Medan yang sekian lama tertunda. Tak berlebihan jika sebagian warga kota mendambakan sebuah kepemimpinan kota yang mampu membawa kebaikan dan kebanggaan.

Mengapa soal kebanggaan? Dan, kenapa pula dengan kepemimpinan kota? Sabar, begini penjelasannya. Medan ini kota besar, punya sejarah unik, panjang dan cemerlang yang membuat bangga para warganya. 

Sebagai kota terbesar setelah Jakarta dan Surabaya pantaslah Medan menjadi indikator kemajuan nasional. Maka menjadi sebuah kesedihan bagi warga kota ketika melihat perkembangan Medan sekitar 10 tahun terakhir justru mengalami penurunan. Medan dinilai sebagai kota terjorok, pemimpinnya terkena kasus korupsi, infrastruktur kota yang buruk, genangan air dan banjir, begal dan kriminalitas.

Pemerintahan (governance) kota adalah kunci. Dan, siapa yang akan menjadi pemimpin di Balai Kota sesungguhnya adalah nukleus atau inti dari solusi struktural yang kita butuhkan. Sosok pemimpin dan pemerintahan di tingkat daerah sejatinya menjadi titik utama dalam memastikan tujuan kita berbangsa dan bernegara akan tercapai atau sebaliknya. 

Model pemerintahan daerah yang berkapasitas dan berintegritas, sungguh-sungguh melayani, melindungi dan membahagiakan seluruh warga rakyatnya, mendorong penciptaan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi, adalah hal-hal yang kita butuhkan guna terwujudnya cita-cita kesejahteraan rakyat secara luas.

Telah begitu banyak cerita sukses kemunculan kepala-kepala daerah yang berprestasi. Mereka rendah hati, dekat dengan rakyat, kreatif dan inovatif dalam membangun daerahnya, bekerja keras dan fokus, bersih dari korupsi, serta mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tak jarang di antara mereka yang masih berusia muda. 

Dengan kemudaannya itu mereka lebih bersemangat membawa daerahnya menuju berbagai perbaikan dan keberhasilan. Daerah-daerah berprestasi ini pun kemudian menjadi percontohan dan tujuan prioritas bagi program-program nasional yang membanggakan. Membanggakan, tak hanya bagi warga kota, namun juga warga bangsa, karena harumnya mendunia. Banyuwangi di bawah bupati Azwar Anas adalah contoh sempurna untuk ini.

Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga penelitian nasional dengan sejumlah peneliti dari USU, warga kota Medan sebagai masyarakat urban dan majemuk memiliki dinamika dan rasionalitas yang tinggi yang melatarbelakangi pemikiran maupun sikap-sikapnya. Khusus dalam hal perilaku memilih (voting behavior), meski terdapat aspek sosiologis terkait pertimbangan agama dan keyakinan ikut menjadi faktor yang mempengaruhi, namun hal itu cuma sebatas 20 persen kurang. Selebihnya sikap dinamis, rasional dan bahkan kecenderungan pragmatisme lebih mendominasi.

Pilihan rasional ini yang membuat warga kota Medan sangat objektif dalam menilai segala sesuatunya. Meski demikian, jika situasinya tidak ideal, sejak awal tak dilibatkan dalam proses, dinilai tak benar dan tak membawa manfaat, atau tak memenuhi kriteria rasionalitas mereka, maka warga Medan dapat saja mengambil sikap pasif, cuek bahkan resisten. Inilah yang melatarbelakangi apatisme warga Medan dalam banyak hal.  

Tulisan ini bertujuan hendak mengajak warga kota Medan untuk menggunakan rasionalitasnya secara kolektif membangun langkah yang lebih positif. Pesimis OK, kritis harus, tapi yang terpenting hari ini adalah bagaimana kita semua dapat berpartisipasi bersama-sama, istilah hari ini berkolaborasi, membangun kota Medan dengan berbagai peluang dan tantangannya. Keinginan kita satu, sama-sama ingin memperbaiki Kota Medan yang kita cintai.

Jika kita menginginkan Medan yang lebih baik dan lebih maju maka pilihan yang paling rasional adalah dengan berpartipasi. Satu-satunya pilihan adalah memastikan kita terlibat dalam sebuah proses politik. Dengan terlibat kita bisa berkolaborasi menawarkan atau mempengaruhi agenda, serta ikut menjalankan dan mengawasi proses implementasinya.

Saya merasa pilihan dan kesiapan untuk berkolaborasi hari ini terdapat pada sosok-sosok anak muda. Sebagai generasi milenial yang cerdas, mereka memahami makna kolaborasi dan memiliki kartakter yang lebih terbuka dalam bekerja sama secara positif.

Contoh di Kabupaten Trenggalek di Jawa Timur dengan Bupatinya, Mochammad Arifin alias Ipin, yang berusia 27 tahun. Kepemimpinan Mas Ipin menunjukkan masyarakat lebih bersemangat ketika mereka mampu menemui dan berdiskusi dengan pemimpinnya secara lebih mudah. Sosok Ipin memiliki gagasan progresif, pribadi yang terbuka, informal, gampang diajak bicara atau diberi masukan, serta mampu menggalang kerja sama seluruh warga. Rakyat merasa didengar dan kemudian aktif terlibat. Antara rakyat dan pemimpinnya terjalin koneksi, komunikasi dan kemudian rasa saling percaya.

Medan adalah kota yang egaliter. Kota seperti ini tentunya tidak suka dengan model-model kepemimpinan yang formal, top-down dan elitis. Ruang-ruang dialog harus dibuka, karakter pemimpinnya harus tegas namun santun, serta mampu memberi ruang kolaborasi untuk bersama-sama membangun kota yang mereka cintai dan banggakan ini.

Saya melihat sosok seperti ini ada pada Bobby Afif Nasution. Bobby, entrepreneur muda yang juga Wakil Ketua HIPMI nasional ini, di usia mudanya memiliki keluasan sekaligus kedalaman gagasan untuk membangun Medan dan masyarakatnya di era digital. Bang Bobby, begitu ia dipanggil saat bersilaturahmi bertemu warga, memiliki perhatian terhadap perkembangan anak-anak muda Kota Medan yang populasinya bertambah besar. 

Baginya aspek sumber daya manusia dan ketersediaan lapangan pekerjaan harus menjadi perhatian utama kepemimpinan Medan ke depan. Pelayanan publik, kebersihan, keindahan, tata kota, infrastruktur dan kenyamanan warga kota adalah ciri khas kota besar yang harus dimiliki kota sebesar dan sestrategis Medan.  

Untuk itu, awalnya adalah silaturahmi, saling bicara dan saling beri masukan. Intinya adalah memastikan bahwa suara-suara keinginan untuk perubahan didengar dan dilibatkan. Dengan demikian, optmisme, harapan, dan semangat baru kebangkitan Medan bisa dibangun secara bersama, secara kolaboratif.

Hal ini yang dilakukan Bang Bobby dalam setiap perjalanannya mulai dari bertemu tokoh masyarakat maupun para warga secara keseluruhan. Mulai dari kampung nelayan di Belawan, gang-gang sempit di pemukiman, mahasiswa dan pelaku ekonomi kreatif, tokoh agama, remaja masjid, para pelaku usaha, asosiasi pedagang pasar, seniman budayawan kota, komunitas guru, dokter dan perawat, akademisi dan pakar serta pekerja dan kelas menengah profesional. 

Bobby, suami dari Kahiyang Ayu, meski berasal dari keluarga nomor satu di negara ini, memiliki pribadi yang rendah hati, terbuka dan tidak mentang-mentang. Bobby sejak dulu adalah seorang anak muda pejuang, seorang entrepreneur sejati, berupaya keras untuk mendapatkan dukungan dan rekomendasi partai politik dalam kaitanya menjadi Calon Wali Kota Medan di Pilkada 2020 ini. Ia adalah sosok yang santun, mau mendengar dan siap berkolaborasi. Tentunya, demi perubahan untuk Kota Medan yang lebih baik.

Berawal dari mengembalikan rasa percaya, kita harapkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap Medan akan segera tiba. Kuncinya ada di mindset positif, kolaborasi dan anak muda. Kita berdoa proses dan hasilnya akan membawa keberkahan. Kolaborasi Medan berkah, insya Allah itulah jawabannya. Aamiin YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun