Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petahana, Patut Dicurigai

12 Agustus 2015   01:46 Diperbarui: 12 Agustus 2015   01:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada serentak akan dimulai dipenghujung tahun ini, 9 Desember 2015 terlepas dari segala opini publik yang berkembang, ada yang ingin calon tunggal langsung diputuskan menjadi Kepala Daerah (Bupati-Walikota) atau langsung dilantik, ada yang berkeinginan Presiden harus mengeluarkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti UU), ada yang menyebut batalkan saja Pilkada karena menyimpan sejumlah kisruh dan sebagainya.

Terlepas dari itu semua, tulisan ini mengajak kita melihat opini publik yang menyatakan bahwa Petahana (incumbent) pasti menggunakan kesempatan untuk meraup suara konstituen dengan posisi atau kedudukannya yang sedang menjabat atau berhenti sejenak karena mencalonkan diri kembali. Fenomena ini sering terjadi dan katakanlah pasti terjadi dihampir semua PEMILU di Indonesia, karena memang kondisi ini bagaikan buah simalakama, mau tidak mau mesti dihadapi oleh Petahana. Ketika sang Petahana berkunjung ke suatu daerah pemilihan maka secara otomatis perangkat daerah yang dkunjungi baik Gubernur, Bupati untuk Pilpres atau Camat, Kades untuk Pilkada akan berupaya 'menjamu' atasannya dengan sebaik mungkin (wong namanya atasan). Apakah lantas sang Petahana akan menolak bawahannya tersebut agar tidak menyambutnya dengan baik, kan bushit.. dan sang Petahana pun saat ini semakin pintar kepada calon konstituennya tidak akan menyebut secara langsung keinginannya untuk mencalonkan diri kembali, itu akan 'dibungkus' melalui tata bahasa apik yang tersirat namun tersurat. Tapi jangan lupa saat ini pun sang konstituen sudah semakin pintar menilai apakah sang Petahana tersebut memang selama masa rezim atau pemerintahannya telah menanamkan 'trust' secara merata kepada mereka (konstituen). Rekam jejak selama masa kepemerintahannya akan terekam melekat difikiran konstituen.

Fenomena opini publik yang menyatakan bahwa sang Petahana pasti akan menang karena runtutan 'fasilitasi' yang dimilikinya selama masa menjabat akan runtuh karena rekam jejak itu, apalagi ditengah kondisi perekonomian global atau Indonesia yang belum membaik saat ini, adagium siapa yang bayar akan dipilih, artinya paslon yang 'royal' menghamburkan amunisinya karena memang punya amunisi berlebih untuk 'perang', tidak menutup kemungkinan akan keluar sebagai pemenang. Belum lagi amunisi berlebih tersebut juga digunakan untuk segala macam teori dan trik baik yang legal maupun yang samar-samar legalnya alias illegal dalam pertempuran itu dan banyak fakta bahwa mereka akan menjadi pemenangnya. Segala teori dan trik akan digunakan karena memang memungkinkan untuk mereka tadi, dimulai dari mencuri start kampanye melalui medsos (media sosial) yang pada masa ini janganlah dianggap enteng karena dizaman kemajuan tehnologi informasi seperti sekarang ini para netizen (pengguna internet) jumlahnya sudah ribuan orang dengan beragam latar belakang. Jika medsos ini diberdayakan untuk minimal berkunjung sekedar say hello kepada netizen ditambah lagi dengan sisipan sedikit visi misi maka membuat sedikit banyaknya mereka menjadi tahu program usungan paslon, setiap kritikan sikapi dengan bijak karena itulah buah demokrasi yang kita usung, berikutnya mengatur tim relawan atau pendukung atau tim keluarga atau apalah namanya, tidak akan keteter karena supply logistik yang berkecukupan, berikutnya lagi mobilisasi kunjungan kepada calon konstituen saat kampanye terbuka maupun terselubung intensitasnya akan tinggi karena 'royal' amunisi tadi. Sampai kepada 'serangan fajar' bagi-bagi 'bingkisan abu-abu' yang dilakukan sebelum hari pemilihan (Hari 'H') walaupun hal ini termasuk kedalam pelanggaran pemilu dan akan ada sanksi untuk itu (jika ketauan).

Berikutnya sampai kepada penggalangan opini publik pada saat 'Quick Count' hitung cepat ala kandidat pada Posko Pemenangan atau Posko Induk atau Posko Hitung Cepat (quick count) atau apalah namanya pun pada saat terakhir perekapan suara pada PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) segala macam trik penguatan opini akan dimainkan, tentu saja pakai amunisi berlebih tadi. Ketika detik-detik terakhir saat quick count pada Posko masing-masing Kandidat dimana perolehan suara sudah mendekati angka 100% selesai, ketika ini pun amunisi berlebih tetap akan bermain. Pada saat sudah hampir terlihat tanda-tanda kekalahan melalui quick count tersebut, maka tim relawan atau tim sukses dan sebagainya akan bergerak bermain cantik dan gesit dengan sesegera mungkin atau secepat kilat mengkontak tim yang berada dilapangan (PPS atau PPK) dengan tema instruksi memperlambat perekapan hitungan perolehan suara dengan trik-trik illegal sebisa mungkin harus dimainkan oleh tim lapangan, berdalih saksi di TPS mendadak sakit perutlah atau mendadak si isteri minta diantar ke Rumah Sakit lah dan sebagainya dengan trik tidak ikut menyaksikan pada saat penghitungan dan perekapan hasil perolehan suara Kandidat di TPS sehingga mereka dapat mengklaim bahwa hasil kerja PPS atau PPK itu salah karena tidak cocok dengan catatannya yang dibawa pulang mengantar si isteri tadi. Pada saat inilah trik bermain cantik akan tampil dengan mengacaukan catatan pada PPS atau PPK berdasar hasil saksi yang sakit perut tadi. Form C.1 terlihat kumal dan kusam dengan tulisan tangan yang sengaja dikaburkan atau dibuat jelek (ah.. permainan klasik tapi nyata lho..). Selisih satu angka saja sudah menjadi penentu kemenangan Kandidat.

Beragam trik abu-abu tersebut mungkin hanya analisa penulis yang tidak berdasarkan fakta nyata karena jika ada fakta nyata bersama data akurat tentu lah beragam Pilkada khususnya di daerah akan tersandung dinding terjal artinya para Kandidat 'pemain' melalui tangan tim relawan (tim suksesnya) dengan amunisi berlebih itu tidak akan langgeng menduduki kursi singgasana kerezimannya. wow..

Menyimak deskripsi diatas, opini publik yang menyatakan bahwa calon Petahana khususnya dalam Pilkada pasti menang sepertinya harus ditinjau ulang kebenarannya dengan penggalangan opini baru yakni Kandidat yang pandai 'bermain' atau 'pemain' dengan segudang amunisi berlebih via trik-trik terang maupun abu-abu nya yang akan menang. Tidak percaya...? Boleh anda tidak percaya asalkan sang calon Petahana memang telah memiliki akar 'grass root' yang telah berurat berakar terhadap konstituennya secara merata tentunya dan ini telah terpelihara dengan baik selama rezim kepemerintahannya sehingga memunculkan 'trust' sejati yang tidak dibuat-buat hanya untuk sesaat ketika pencitraan. Sebuah 'trust' yang memunculkan militansi sejati, rela berjuang tanpa pamrih, adakah itu..? Jika memang ada pastikan jangan ragu karena sang Petahana pasti akan menang (Insyaallah). Akan tetapi ketika seterkenalnya bu Risma calon tunggal Walikota Surabaya menyatakan jika Pilkada diundur maka beliau tidak akan mencalonkan diri kembali. Hati kita seperti tergelitik, sepertinya beliau menangkap ada 'aura' negatif sehubungan dengan amunisi berlebih tadi. Dan beliau menangkap jika ini terjadi akan berakibat buruk bagi warga Kota Surabaya khususnya untuk masa akan datang. Untuk itu beliau berfikir lebih baik urung mencalonkan diri karena akan merusak trade mark Kota Surabaya yang telah disulapnya menjadi seperti saat ini. Mungkin ini sebuah kejujuran dari seorang Walikota yang dengan ketulusannya berhasil membangun Kota Surabaya seperti saat sekarang (ini hanya sebuah analisa sempit).

Yang jelas kepada calon Petahana, agar dapat lebih berhati-hati sehingga opini publik lawas diatas dapat tertepiskan dan tidak terbukti, apalagi jika ada dua paslon (pasangan calon) sebagai lawan politik anda dalam pencalonan Pilkada Serentak ini masih terkait hubungan kekerabatan satu sama lain, artinya lawan anda memiliki hubungan emosional kekerabatan yang militan. Apakah ini juga akan menjadikan semacam peluang karena suara konstituen mereka akan terpecah atau jika suara konstituen mereka bersatu hanya memenangkan satu paslon saja diantara mereka dan paslon satunya hanya sekedar boneka, jika analisa terakhir ini benar adanya, maka sang Petahana akan menghadapi pesaing tangguh ditambah pula dengan amunisi berlebih. wow.. suatu perjuangan berat bagi sang Petahana.

Tulisan ini bukan bersifat tendensius kepada Petahana tertentu, akan tetapi jika memang bertendensius ke arah itu (Petahana tertentu) atau memang menohok tepat ke kaki (jangan jantung), artinya anggap saja tulisan ini sebuah bentuk 'warning' dari seorang warga yang mencintai daerahnya agar senantiasa daerahnya menghasilkan para Pemimpin yang memiliki 'trust' tinggi dari rakyatnya. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun