Pacaran No Menikah Yes.
Dulu saya menikah tanpa melalui pacaran. Karena selain agama yang melarang berpacaran, keluarga juga tidak mengijinkan anak -anaknya berpacaran. Apalagi kami bersaudara perempuan semua hanya satu orang laki-laki. Jadi ayah saya begitu ketat menjaga anak-anaknya agar tidak berpacaran.
Pernah terbesit dalam hati kala itu kalau orang tua saya itu jadul karena melarang kami pacaran. Namun tak ada juga keinginan kami untuk melanggar perintah orang tua. Prinsip ayah kalau anak gadisnya sudah dewasa ada yang melamar dan sama - sama cocok langsung nikah saja.
Seperti halnya kakak, sayapun akhirnya menikah melalui tak' aruf tanpa pacaran.
Saya mengenal ayah dari anak-anakku ketika sedang reunian acara English club.
Kami saling memandang tapi tak berani berkenalan. Jujur saat itu ada perasaan berbeda dari yang sebelumnya. Gayungpun bersambut, temanku menjomblangi kami untuk saling berta'aruf siapa tau ada kecocokan. Satu bulan proses ta'aruf akhirnya kami sepakat untuk menikah.
Hari pertama tinggal bersama orang asing yang belum tau karakternya benar-benar bikin kikuk. Kami masih saling malu-malu. Tetapi bedanya kami serumah dengan suatu ikatan pernikahan, jadi kalau ada yang aneh-aneh tidak khawatir dosa saja.
Pernikahan yang mendebarkan, saling mengenal dan memahami. Justru serunya disitu, karena dua insan yang memiliki perasaan yang sama ada dalam satu peraduan yang di sahkan oleh syariat maupun hukum negara. Tidak menunggu lama, satu tahun pernikahan udah menghasilkan buah cinta.
Jadi pacaran setelah nikah itu lebih seru dan bikin semangat. Setiap tingkah laku dan gerakannya tentu bernilai pahala. Beda kalau pacaran sebelum nikah, khilaf sedikit jadi panjang urusannya.
Bagaimana menurut sahabat Kompasiana, pilihan tergantung Anda.