Sungguh mengejutkan data statistik angka perceraian keluarga Indonesia pada 2022 mencapai angka 516.334. Ini menunjukkan angka kenaikan 15,31% atau 68.591 dari 447.743 pada tahun 2021. Dari angka tersebut menunjukkan angka 75,21% merupakan gugat cerai yang dilakukan oleh pihak istri.
Penyebab terbesar perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran akibat perbedaan pendapat dan pandangan. Selanjutnya masalah ekonomi, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga. (Sumber: Badan Pusat Statistik, www.bps.go.id)
Mengapa angka gugatan cerai pihak istri lebih banyak dari pihak suami?
Pendidikan dan kesetaraan gender menunjukkan punya pengaruh pada kemandirian pada kaum perempuan.
Pada masa lalu kaum perempuan hanya dianggap teman di belakang atau hanya masalah dapur, sumur, dan kasur. Dalam budaya Jawa disebut kanca wingking.
Masalah domestik menjadi tanggungjawab sepenuhnya kaum perempuan. Sedang masalah mencari nafkah dan urusan di luar rumah tangga menjadi tanggungjawab kaum pria. Dalam hal keluarga menjadi tanggungjawab suami.
Meningkatnya tuntutan perceraian pihak perempuan atau istri bukanlah tanda keegoisan.
Statistik juga menunjukkan bahwa istri sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Haruskah masalah ekonomi yang menghimpit keluarga yang tidak bisa dipenuhi suami menjadi sebuah perselisihan dan pertengkaran berlanjut kekerasan?