Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyambut dan Mendukung Kebaya Goes to UNESCO

1 September 2022   14:31 Diperbarui: 1 September 2022   20:55 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paduan Suara Gereja Paroki Santa Maria Ratu Rosari Kesatrian Malang dengan kebaya. | Dokumen pribadi 

Setelah wayang, batik, dan keris disahkan UNESCO sebagai warisan tak benda dari Nusantara, kini kebaya sedang diperjuangkan pengakuannya.

Bagaimana sambutan masyarakat?

Bagi masyarakat yang terbiasa memakai kebaya dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang biasa. Misalnya masyarakat Suku Tengger yang tak pernah lepas dari jarit, kebaya, dan sarung. Apalagi saat mengikuti ritual di pura bagi yang beragama Hindu dan di sanggar pasembahan bagi yang beragama Jawa Sanyata (Buda Jawa). 

Hal ini juga dilakukan oleh kaum perempuan Bali dalam menjalankan ibadah di pura setiap hari. Serta dalam setiap ritual keagamaan dan budaya. 

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Demikian juga kaum perempuan dalam komunitas penghayat kepercayaan atau Kejawen. Juga bagi mereka yang ulet menjaga kelestarian seni tradisional Jawa, seperti pesinden, wiyaga atau pengrawit perempuan atau penabuh gamelan, pemain ludruk, dan ketoprak. Kelompok yang terakhir ini memang tidak selalu memakai kebaya dalam keseharian sebab mereka juga ada yang bekerja dimana wajib memakai seragam sesuai aturan tempat kerja.

Perempuan Desa Ngadas pemeluk Jawa Sanyata dengan kebaya lurik abu-abu. |Dokumen pribadi 
Perempuan Desa Ngadas pemeluk Jawa Sanyata dengan kebaya lurik abu-abu. |Dokumen pribadi 

Pada umumnya masyarakat menyambut gembira dan mendukung upaya Kebaya Goes to UNESCO. Dukungan bukan hanya dengan kampanye verbal tetapi mulai memakai kebaya dalam kegiatan kemasyarakatan.
Beberapa contoh di antaranya:
* Ibu-ibu penggerak PKK di Desa Sekarpuro, kabupaten Malang yang dalam tugas pelayanan Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022 mulai memakai kebaya.
* Kelompok karawitan Dirasturi - Ngudi Laras Swara Paroki Ratu Rosari, Malang yang wajib mengenakan kebaya saat mengiringi perayaan misa kudus di gereja.

Ibu-ibu penggerak PKK Desa Sekarpuro Malang. | Dokumen pribadi
Ibu-ibu penggerak PKK Desa Sekarpuro Malang. | Dokumen pribadi

Saat BIAN 2022 | Dokumen pribadi.
Saat BIAN 2022 | Dokumen pribadi.

* Komunitas Macapatan Padhang Bulan yang mengadakan diskusi tentang budaya Jawa setiap malam bulan purnama di pelataran Candi Jago. Para peserta yang kebanyakan pemerhati budaya, seniman, dan dosen selalu memakai pakaian tradisional. Kaum perempuan memakai kebaya dan kaum pria memakai beskap dan udheng.
Komunitas Macapatan Padhang Bulan dalam salah satu diskusinya pada tahun 2017 telah mengkampanyekan pemakaian kembali kebaya.

Komunitas Macapatan Padhang Bulan Malang. | Dokumen pribadi.
Komunitas Macapatan Padhang Bulan Malang. | Dokumen pribadi.

Setelah tugas Langen Swara di gereja. | Dokumen pribadi 
Setelah tugas Langen Swara di gereja. | Dokumen pribadi 


Kebaya sebagai pakaian tradisional bagi perempuan memang pakaian yang bersifat umum dalam arti tidak bedanya kebaya bagi perempuan biasa, keraton, atau pun bangsawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun