Ketika api amarah menyala di atas hanya mata yang terbuka.
Melotot ingin menerkam dendam dan melahap habis dengan murka tiada tara.
Tangan merentang centang dan kaki menghentak tanda amuk maka hati pun tertutup seperti rembulan ditelan gerhana.
Adakah damai pada mereka yang berselimutkan kelamnya durjana dan topeng masih erat melekat di wajah kepalsuan.
Biarlah malam tetap kelam karena itulah kehendaknya. Biarlah rembulan dengan wajah berseri mengintip di balik awan.
Seperti sang suci yang tak pernah berhenti mematut diri agar hati tetap putih.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!