Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pasokan Listrik Nasional Masih Tergantung Batubara Penyumbang Emisi Berbahaya

24 Oktober 2021   23:25 Diperbarui: 25 Oktober 2021   00:01 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hemat pemakaian listrik baik untuk skala rumah tangga, sekolah, dan instansi sudah lama digaungkan pemerintah. Hal tujuannya juga untuk mencapai net-zero emissions. Namun seiring perjalanan waktu kebutuhan listrik nasional terus meningkat.

Pada tahun 2020 pasokan listrik terpasang sebesar 71 GW (giga watt) padahal tahun 2019 masih 69,7 GW artinya naik sebesar 1,3 GW.

Sejak 2018 telah difokuskan pengembangan pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT) seperti PLT Bayu (angin), PLT Surya (sinar matahari), dan Clean Coal Technologi (CCT) atau batu bara bersih. Tetapi sekitar 48% pasokan listrik masih dihasilkan oleh PLTU dengan bakar batu bara. PLTG memasok sekitar 28,9%. Sedang yang menggunakan PLT Energi Baru Terbarukan baru memasok sekitar 14,71% kebutuhan listrik nasional. (Sumber: esdm.go.id)

Penggunaan batubara yang demikian besar sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap tentu membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Seperti diketahui, pembakaran batubara akan melepaskan karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), dan nitrogen oksida (N2O) yang menyebabkan efek rumah kaca.

Asap hasil pembakaran batubara jika terkena air hujan juga bisa menyebabkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup. Demikian juga air sungai yang terkontaminasi oleh abu halus hasil pembakaran batubara akan meracuni makhluk hidup di sekitarnya.

Dokpri
Dokpri

Kala penulis dan Mbak Avy seorang Kompasianer Surabaya diminta Kompasiana untuk melihat kegiatan CSR PJB UP Paiton, sempat sedikit melihat keadaan lingkungan di sekitarnya. Salah satunya adalah sebuah sungai kecil tapi bukan parit dan irigasi yang airnya berwarna hijau lumut.

Sepintas terlihat tidak ada mahluk hidup. Sebelah  selatan sungai cukup dekat dengan pembuangan abu halus dari sisa pembakaran batubara PLTU Paiton yang ditempatkan di sebuah lahan yang telah dibatasi dengan tembok. Masih perlu penjelasan dari pihak PJB Paiton apakah sungai ini tercemar oleh abu halus sisa pembakaran batubara atau tidak.

Esok harinya, ketika kami melihat dan snorkeling laut sekitar pantai dekat penampungan batubaru PLTU Paiton terasa sekali airnya cukup hangat. Tampak pula di kedalaman sekitar 4-5m tidak ada kelompok ikan. Sama seperti di atas masih perlu penjelasan lebih lanjut dari pihak PJB Paiton apakah ini dampak dari tempat pasokan batubaru tersebut.

Menara ikan sintetis. Dokpri
Menara ikan sintetis. Dokpri

Sungai berwarna hijau kelam. Tercemar? Dokpri
Sungai berwarna hijau kelam. Tercemar? Dokpri

Dilansir dari https://paiton.probolinggokab.go.id, pada 25 April 2020 perairan sekitar PLTU PJB Paiton diserbu ribuan ubur-ubur semoga ini merupakan tanda bahwa perairan dan lingkungan PLTU Paiton tidak tercemar hasil limbah pembakaran batubara.

Apalagi pada 2017, PLTU Paiton mendapat Proper Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai perusahaan yang peduli pada lingkungan hidup.

Patut diacungi jempol pula bagi CSR PJB Paiton yang membuat menara ikan dari bahan sintetis untuk ditempatkan sedikit ke tengah laut. Kelak menara ikan ini akan menjadi rumah ikan sepenuhnya dengan ditumbuhi terumbu karang yang pada akhirnya meningkatkan hasil ikan tangkapan nelayan.

Terlepas dari semua itu, PLTU Paiton membutuh 3,5 juta ton per tahun bukanlah hal yang sepele sebagai salah satu pelepas gas yang menyebabkan efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Sekali pun pada akhirnya semua PLTU menggunakan CCT atau Clean Coal Technologi toh tidak mungkin batubaru bisa nol atau mendekati nol emisi.  

Hal inilah yang patut diperhatikan oleh semua lapisan bahwa hemat listrik juga akan mengurangi pemakaian batubara sehingga net-zero emissions bisa tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun