Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Detik-detik Waisak di Desa Ngadas, Malang

27 Mei 2021   12:32 Diperbarui: 27 Mei 2021   12:44 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 26 Mei 2021 jam 10 pagi,  mendung tipis masih menyelimuti ladang-ladang sayuran di perbukitan Desa Ngadas, Malang. Udara segar di awal musim kemarau menghembus pelan menemani petani yang sedang menggarap sawahnya serta beberapa orang yang berangkat menuju Sanggar Pasembahan Vihara Paramita untuk mengikuti puja bakti setiap hari Rabu.

Ramainya pengunjung Gunung Bromo di hari libur Waisak tak mengurangi langkah umat Buddhis Jawa Sanyata yang dengan tenang menunggu saat ritual yang akan dimulai jam 12 siang.

Pulang. Dokumen pribadi
Pulang. Dokumen pribadi
Jam 11siang. Dokpri
Jam 11siang. Dokpri
Puja bakti setiap Rabu jam 12 siang. Dokumen pribadi
Puja bakti setiap Rabu jam 12 siang. Dokumen pribadi
Di depan altar, penulis duduk dengan tenang dengan beberapa sesepuh mempersiapkan semedi.
Puja bakti kali ini, hanya diikuti separuh dari jumlah umat Jawa Sanyata di Ngadas, karena wajib mengikuti prokes pencegahan Covid-19, sedang separuh lainnya mempersiapkan diri mengikuti detik-detik Waisak pada jam 5 sore.

Jam 4 sore. Dokpri
Jam 4 sore. Dokpri
Jam 4 sore di barat sanggar pasembahan. Dokpri
Jam 4 sore di barat sanggar pasembahan. Dokpri
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Persiapkan persembahan. Dokpri
Persiapkan persembahan. Dokpri
Jam 12.40 setelah puja bakti selesai, cuaca sekitar Ngadas tampak begitu cerah seperti wajah-wajah sederhana yang melangkah pulang dari sanggar pasembahan. Terik mentari yang mulai menyengat tak membuat wajah kaum Jawa Sanyata ini tampak lesu sekali pun saat ini merupakan hari ke delapan dari tiga puluh hari menjalankan ibadah puasa. Di mana mereka hanya makan minum sekali sehari pada jam 5 pagi saja.

Jam 4 sore, langit makin cerah. Mentari pun menghujamkan sinarnya menembus jendela sanggar pasembahan menemani beberapa gadis belia yang mempersiapkan sesembahan untuk ibadat menjelang detik-detik Waisak.
Satu persatu umat Buddhis Jawa Sanyata datang dan duduk  memenuhi sanggar pasembahan dan penuh khidmat mengikuti puja bakti hingga jam 7 malam.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Di atas hutan perbukitan di timur Sanggar Pasembahan Jawa Sanya - Vihara Paramitha, Sang Candra masih hilang sepertiga karena gerhana. Suasa demikian syahdu, apalagi 200m di barat sanggar pasembahan, di sebuah pura di pinggir bukit para umat Hindu Desa Ngadas sedang melantunkan tembang-tembang macapat. Sepoi-sepoi angin membawa sayup-sayup tembang macapat yang kadang bersamaan dengan suara anak-anak sedang memukul panci tanda ada gerhana bulan memenuhi relung-relung keheningan suasana malam Desa Ngadas yang ada di ujung paling timur Malang.

Bulan di atas bukit. Dokpri
Bulan di atas bukit. Dokpri
Memukul panci dan lolangan anjing. Dokumen pribadi.
Memukul panci dan lolangan anjing. Dokumen pribadi.

Jam 9 malam, sebuah lolongan anjing mengingatkan saya untuk segera pulang. Suasana malam di pedesaan tepi hutan Gunung Semeru semakin sepi, hanya beberapa orang sedang menghangatkan diri di depan perapian karena dingin mulai menusuk tulang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun