Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengembaraan Gembala Bebek

16 Oktober 2020   12:38 Diperbarui: 18 Oktober 2020   11:29 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah siapa nama sebenarnya, ada yang mengatakan Supardi, ada pula yang memanggil Subandi, atau Subardi, tapi sebut saja dengan nama Suwarto, yang artinya kabar baik. Tapi yang jelas dia seorang gembala itik. Ya, itulah profesinya. Sebuah profesi yang jarang ditemui lagi. Sebab para peternak itik sekarang lebih suka mengandangkan itiknya dengan memberi pakan buatan daripada menggembalakan itik dari sawah ke sawah antar desa.

Tiap orang punya gaya hidup sendiri dan itu pilihan yang baik menurut dirinya, seperti yang dilakukan Mas Suwarto ini. Dua tahun lalu saat berjumpa dengannya saat menggembalakan itiknya di sekitar Desa Temboro kukira berasal dari desa tersebut. 

Namun dua bulan lalu penulis bertemu di Desa Bokor yang jaraknya kurang lebih 8 km dari Temboro. Tiga hari kemudian penulis bertemu lagi di Desa Cemoro Kandang, semua desa yang penulis sebut berada di wilayah Tumpang dan Pakis, Kabupaten Malang.

Sore hari di akhir bulan lalu, penulis mengajak Mas Suwarto berbincang tentang kisahnya menjadi seorang gembala bebek sambil mengembara dari desa ke desa di sekitar kecamatan Tumpang, Pakis, Tajinan, dan Kepanjian yang berada di wilayah timur, tenggara, dan selatan kabupaten Malang.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Tenda hitam adalah tenda penggembala bebek. Dokumen pribadi
Tenda hitam adalah tenda penggembala bebek. Dokumen pribadi
Kok mengembara? Sebenarnya Mas Suwarto mempunyai kandang untuk bebeknya yang berjumlah sekitar 300 ekor. Namun harga pakan yang mahal dan naik turun tak pasti maka ia memutuskan lebih baik mengajak bebeknya berkelana sambil mencari pakan alami dan lebih bergizi secara gratis.

Di awali sekitar 8 tahun lalu, ketika sawah-sawah di sekitar tempat tinggalnya mulai panen ia pun menggiring bebek-bebeknya ke sawah tersebut setiap pagi hari dan menggiringnya pulang saat sore hari. 

Ketika sawah yang sudah dipanen, ia pun membawa bebek-bebeknya ke sawah di dekatnya namun semakin jauh dari rumah sehingga cukup menguras tenaga jika setiap hari harus pergi pulang. Maka muncullah ide cemerlang membuat kandang bongkar pasang sederhana dari bambu setinggi 75 cm dan seluas 16 m persegi. 

Kandang ini fleksibel karena bisa untuk 4 x 4 m, 8 x 2 m, atau 5 x 3 m yang menyesuaikan lahan yang tersedia. Bila sawah yang dijadikan kandang sementara akan diolah maka ia memindahkan kandang dan tempat penggembalaannya di tempat lain, tentu saja dengan ijin sang pemilik lahan. Biasanya ijin hanya diberikan selama 4-7 hari. Bila kurang dari 4 hari maka akan mencari tempat yang memberi kesempatan lebih lama. 

Tak peduli jaraknya makin jauh dari rumah. Jika jaraknya semakin jauh dari tempat penggembalaannya sekarang maka akan mengangkut bebeknya dengan prahoto dengan ongkos sekitar 200 ribu rupiah.

Pengembaraan ini tentu saja harus mengorbankan diri tidak berkumpul dengan keluarga. Ternyata istri dan anak-anaknya pun memahami perjuangan Mas Suwarto maka setiap pagi istrinya mengunjungi suaminya di tenda pengembaraannya. 

Tujuannya bukan sekedar untuk menunjukkan rasa kangen dan tanda cinta tetapi juga mengirim makanan kesukaan Mas Suwarto bahkan kadang juga ikut menginap satu dua hari di tenda biru tengah sawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun