Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Semoga Dia Kelak Menjadi Petani Milenial

28 Mei 2020   20:57 Diperbarui: 28 Mei 2020   22:46 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah ditunda 3 hari karena lebaran, panen padi yang rencananya dilakukan pada Sabtu lalu akhirnya dilaksanakan hari ini. Bukan hanya padi Pak Jono dan Bu Munah saja yang hari ini panen, tetapi juga padi beberapa petani di wilayah timur Desa Cemoro Kandang yang berbatasan dengan Desa Temboro, Malang. 

Kurang lebih luasnya sekitar 8 ha. Maka suasana sekitar sawah tersebut menjadi cukup ramai dengan senda gurau atau tetembangan dan ludrukan para petani yang memanen. 

Apalagi cuaca kali ini cukup mendung sehingga tak terlalu terik yang menguras tenaga. Maka panen padi yang biasanya dilakukan hingga jam 11.30 siang kini dilanjutkan hingga jam 3 sore sampai satu petak (Jawa: sakedok) selesai disabit dan digeblok.

Satu hal yang menarik dalam panenan kali ini, Pak Jono dan Bu Munah (keduanya bukan nama sebenarnya) mengajak salah satu cucunya yang masih berumur 3 tahun. Ini dilakukan karena ibunya harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan sang kakek dan nenek ingin pula mengenalkan kehidupan petani dan tata cara bercocoktanam pada cucunya.

Sang cucu rupanya juga senang dengan suasana pesawahan dan guyonan para petani, dengan sikapnya yang tenang dan jauh dari sikap rewel. Sesekali sang cucu berjalan sendiri penyusuri pematang sawah dan melihat para petani lain yang sedang memanen pula. Kala saya ingin menggendongnya ia pun dengan senyum malu menolak dan malah berlari meninggalkan lahan kami menuju sawah yang lain.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Kakek dan neneknya menyabit padi. Dokpri
Kakek dan neneknya menyabit padi. Dokpri
Bukan satu dua kali, penulis melihat para petani mengajak putra-putrinya atau cucunya ke sawah. Seperti yang penulis lakukan pula pada putri-putri kami. 

Tentu saja dengan harapan kelak mereka mau menjadi petani yang selama ini dianggap sebagai profesi yang kurang menjanjikan secara ekonomi untuk hidup sejahtera. 

Pengaruh budaya luar dan keinginan hidup berbeda dari orangtuanya atau lebih sejahtera kadang pilihan anak secara bebas untuk mencari kehidupan baru tak dapat dicegah. 

Seperti dua anak Pak Jono dan Bu Munah yang memilih jadi guru di sebuah sekolah swasta yang honornya pas-pasan. Sedang untuk putra pertamanya lebih senang bekerja di sebuah BUMN dengan kedudukan dan gaji yang menawan.

Lahan yang luas dan subur di negeri ini sebenarnya masih membutuhkan tenaga-tenaga terampil dan berpendidikan untuk dikembangkan dalam pertanian modern sehingga ketahanan pangan negeri ini selalu terjamin tanpa tergantung impor. 

Akankah sang cucu atau petani kecil ini kelak akan menjadi petani milenial yang sangat dibutuhkan negeri ini? Semoga saja keteladanan para petani tua bisa mendorong kaum muda untuk berkarya sebagai petani milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun