Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Malu Jadi Pembeli yang Cerewet

23 Maret 2020   16:19 Diperbarui: 23 Maret 2020   19:17 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di warung kecil ini pembeli adalah raja. Dokpri

Kaget ternyata lembaran dokumen yang saya dapat dan yang diberikan pada dealer oleh sales saya pun menuntut. Mereka balik akan mengancam saya akan dituntut. Tak peduli ancaman maka saya mempersilakan. 

Ternyata keder juga mereka, lalu mengutus dua mekanik untuk memperbaiki dan berjanji akan memberi perawatan selama setahun. Kenyataannya tidak pernah muncul mekanik datang untuk merawat. Surat perjanjian atau dokumen ini masih saya simpan sebagai bukti membeli alat elektronik secara door to door tak ada layanan purna jual!

2017 saya yang harus membayar pesanan buku yang harganya hanya seratus ribu ternyata tak bisa dibayar secara langsung di teller bank selain lewat ATM. 

Berhubung dalam hal ini saya gaptek maka beberapa kali saya terpaksa menerima sindirian dari penulis di medsosnya. Tak tahan disindir ganti saya menyindir bank BUMN tersebut. 

Efeknya sungguh luar biasa, bagian costumer service dan satpam yang menolak saya didamprat pimpinan dan disuruh minta maaf. Takut dipecat (menurut mereka diancam) maka lewat komen mereka minta bertemu dengan saya. Saya menolak. 

Ternyata dua hari kemudian mereka datang ke rumah karena alamat saya diketahui lewat istri yang juga nasabah bank tersebut. Pada akhirnya di rumah kami, semua dapat diklarifikasi bahkan kami mendapat hadiah eh cinderamata yang lumayan. 

Masalah saya dengan bank tersebut selesai tapi tidak bagi orang lain yang menganggap saya mencari nama dan ditulis di medsosnya. Tak enak disebut demikian saya ganti melabrak seorang pejabat yang menulis di medsos dan menuntut minta maaf. Gegerlah medsos kami.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat dealine akan sebuah tulisan, seperti biasa di daerah Bromo sinyal IM3 nol sama sekali yang menyebabkan dealine terlewati selama dua jam karena harus turun gunung sejauh 45 km mencari sinyal. 

Malam itu juga saya protes dan menanyakan yang ke sekian puluh kali lewat *123# dan my IM3 yang selalu dijawab robot dengan jawaban yang tak sesuai dengan pertanyaan. Esok harinya, saya langsung ke gerai bukan hanya protes tak ada sinyal tetapi juga jawaban dari robot sekenanya itu sungguh tak manusiawi.

Mau marah ga tega. Dokpri
Mau marah ga tega. Dokpri
Jawaban di gerai pun tidak memuaskan karena menjawab bahwa sinyal cukup kuat di daerah kami cukup kuat. Saya ngotot dan mengatakan taidak ada sinyal dan mengajak ke sana untuk membuktikan. 

Mendapat tantangan seperti ini sang costumer service mengalihkan topik jika mengalami kesulitan untuk menghubungi 185 yang dijawab langsung bukan robot. Saya cuma garuk kepala mendapat jawaban seperti ini, bagaimana mungkin bisa menghubungi nomer itu jika tak ada sinyal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun