Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Ternyata Wisatawan Mancanegara Sangat Doyan Sawut, Makanan Tradisional Jawa

25 Februari 2020   05:45 Diperbarui: 25 Februari 2020   06:29 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama masakan dan makanan manca negara seperti burger, hotdog, sukiyaki, sudah taka sing lagi di telinga dan lidah kita. Apalagi bakso, bakpao, pangsiet mie, capjay adalah masakan Cina yang sudah membumi di negeri kita. Tentu masih banyak lagi. Sehingga jika ada wisatawan manca negara terutama dari Amerika dan Eropa tak akan kesulitan mencari makanan sesuai dengan lidah mereka.

Jika kita sudah dikenalkan dan begitu menikmati masakan dan makanan manca negara, pernahkah terpikirkan kita mengenalkan masakan tradisional kita kepada wisatawan manca negara atau paling tidak pada para ekspatriat yang sekolah dan bekerja di sini, sehingga sekali waktu makanan ini menjadi sebuah kenangan kelak mereka kembali ke negaranya. Seperti pengalaman Barack Obama manta presiden AS yang teringat akan nasi goreng.

Sawut. Dokpri
Sawut. Dokpri
Sepiring berdua. Dokpri
Sepiring berdua. Dokpri
Sambil mendengar cara membuat sawut. Dokpri
Sambil mendengar cara membuat sawut. Dokpri
Minggu, 23 Februari 2020 kemarin, Padepokan Seni Mangun Dharmo menerima kunjungan tamu dari Jerman, Perancis, Belarusia, dan Amerika yang ingin melihat secara sepintas dan mengenal tari Topeng Malang serta tentang ajaran Kejawen. Untuk menjamu mereka kami menyajikan makanan tradisional Jawa yang masih mudah dijumpai di pasar tradisional dan bahkan kini sering juga disajikan saat ada pesta kecil. 

Makanan ini dikenal sebagai sawut yang terbuat dari singkong atau ubi kayu yang dipasrah kemudian dicampur dengan gula merah (bisa gula tebu, gula kelapa, atau gula aren) dan sedikit garam sesuai dengan selera. Pasrahan singkong ini kemudian ditanak sekitar 15-20 menit saja. Jika terlalu lama singkong akan menjadi lembek dan kurang bagus untuk disajikan. 

Bila sudah matang sajikan secukupnya  di piring atau takir (semacam tempat menyajikan makan yang terbuat dari daun pisang lalu taburi dengan parutan kelapa. Bisa dinikmati saat masih hangat atau dingin. Terserah selera. Nikmat? Pastilah...

Waooow.... Dokpri
Waooow.... Dokpri
Ikut dong.... Dokpri
Ikut dong.... Dokpri
Ternyata kurang. Ambil lagi sepiring. Dokpri
Ternyata kurang. Ambil lagi sepiring. Dokpri
Seperti kita menikmati beefburger, hamburger, pizza, apalagi bakso, ternyata para wisatawan ini sangat menikmati bahkan ada yang sepiring habis sama sekali. Orang Jawa bilang: entek gusis. Bahkan saya tidak keduman alias tidak kebagian. Apakah mereka pura-pura doyan? Tidak. Buktinya ada yang tambah setelah sebelumnya hanya makan sepiring berdua dengan pasangannya. 

Siapa sangka mereka begitu lahap. Maka alangkah baiknya kala kita menerima tamu dari manca negara terutama Eropa dan Amerika kenalkan dan sajikan makanan dan masakan tradisional kita. Kalau tamu dari Asia sih selera lidahnya mirip-mirip kita. Rujak suka. Urap-urap suka. Gado-gado disantap. Pecel sangat lahap. Sate apalagi.

Yuk kita globalisasikan makanan dan masakan tradisonal kita.  

Habis. Ludes. Gusis. Dokpri
Habis. Ludes. Gusis. Dokpri
Mejeng bersama penulis dan Ki Sholeh Adi Pramonosebelum pulang.
Mejeng bersama penulis dan Ki Sholeh Adi Pramonosebelum pulang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun