Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Street Photography] Menangkap Geliat Kehidupan Jalanan Kota Malang

11 Februari 2020   12:31 Diperbarui: 13 Februari 2020   17:59 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana pagi pada Senin, 10 Februari 2020 amat cerah dengan sinar mentari yang terang dan cukup menghangatkan alam setelah semalaman rinai hujan cukup lama mengguyur. Tak Tampak sedikit pun mendung menggelayut. Sekali pun data cuaca di hape memberitahu turun hujan sedang dan suhu sekitar 26 derajat C.

Jam 6.30 saya meninggalkan rumah dengan jalan kaki pelan-pelan menuju pusat kota sekedar melepas kalori yang menumpuk dan menikmati hobi jepret dengan mencari obyek jalanan alias street photography. 

Kemacetan lalu lintas yang membuat kendaraan berjalan merangkak perlahan sudah saya rasakan sejak dua ratus meter dari rumah. Perjalanan satu kilometer dari rumah ternyata lebih cepat dengan jalan kaki daripada istri yang naik sepeda motor menuju kantor.

Padatnya lalu lintas menunjukkan geliat ekonomi dan budaya yang terus bergerak mencari keseimbangan kehidupan yang tak mungkin berhenti sejenak pun untuk mencari titik kesejahteraan yang terus dicari.

Sekitar 7.30 saya sudah sampai di sebuah tempat yang hingga tahun 80an dulu menjadi pusat perekonomian yakni wilayah Kayutangan. Saya pun bersandar di emperan toko sambil melihat dan mengamati perputaran kehidupan di salah satu sudut  kota Malang. Kepadatan lalu lintas sudah mulai berkurang karena jam pelajaran sekolah sudah dimulai dan para karyawan kantor sudah mulai masuk ruangan. Sehingga yang lalulalang lebih banyak para pekerja yang hidupnya lebih banyak di jalanan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Di sebelah kiri saya, seorang penjaja koran dengan memakai rompi KOMPAS sedang istirahat dan duduk di trotoar menikmati sarapan. Pagi ini masih laku 7 eksemplar koran dari 25 yang dibawanya.

Di sebelah kanan tampak seorang juru parkir sudah duduk menunggu ada kendaraan berhenti sekali pun toko dan agen masih tutup. Hanya ada 2 mobil milik pemilik toko yang mungkin akan keluar menjalankan bisnisnya dan diharapkan bisa memberi selembar dua ribuan.

Saya kembali meneruskan perjalanan ke selatan, jalan raya makin sepi apalagi trotoar.  Selama 10 menit kulewati tak seorang pun pejalan kaki yang kutemui. Di depan sebuah agen, sebuah mobil 2.000 cc parkir melintang menutup trotoar dan sedang dicuci.

Entah mengapa tidak diparkir di luar trotoar yang sebenarnya justru lebih luas dan tidak mengganggu pejalan kaki. Mungkin dianggap masih sepi dan jarang orang lewat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Antara jam 8an sudah sampai di titik nol kota Malang, yakni alun-alun. Seorang penjaja koran tampak lesu menawarkan korannya yang pagi ini baru laku lima eksemplar dari 25 yang dibawanya.

Padahal jam 10 pagi harus sudah dikembalikan ke agen. Bisa menjual 20 eksemplar adalah luar biasa. Laku 15 eksemplar harus disyukuri. Laku 10 eksemplar saja tak usah mengeluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun