Setiap kali melakukan perjalanan entah dekat entah jauh, walau hanya antar kota, atau dalam perjalanan tugas, yang juga tak pernah lebih dari 60 km, saya selalu menyempatkan diri melihat-lihat suasana di sekitar sambil membawa kamera untuk mengabadikan kejadian-kejadian atau obyek yang menarik.Â
Di samping itu, selalu menyempatkan diri berbincang dengan masyarakat setempat untuk mengenal kearifan lokal atau sekedar ingin tahu suka duka mereka dalam menjalankan profesinya. Entah sebagai petani, penari, pengemis, pemulung, pemancing ikan, atau pedagang asongan di mana pun. Pokoknya mereka yang bekerja secara mandiri di sektor non formal.Â
Ini bukanlah untuk mengetahui kehidupan mereka pribadi, tetapi spirit mereka yang bisa dijadikan teladan bagi yang lain untuk selalu bersemangat dalam berkarya. Saya sebut berkarya, karena bukan sekedar bekerja untuk mencari nafkah tetapi selalu berusaha melakukan yang terbaik demi kehidupan keluarga, diri sendiri, dan tak boleh dilupakan juga untuk kebahagiaan bersama. Â
Senyum, sapa, salam seperti prinsip layanan prima (excellent service) di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan yang harus melayani pelanggan dengan sopan. Selain menghindari suasana atau pertanyaan yang bersifat interogatif sehingga suasana nyaman perbincangan yang informatif bisa mendapat sebuah penjelasan yang akurat sebagai data untuk sebuah tulisan.Â
Dan ketika mendapat penjelasan sedapat mungkin tidak menyela atau memotong, tetapi berusaha mendengar. Kalau toh memang dirasa kurang pas penjelasan atau informasi yang kita peroleh ditanyakan kembali dengan cara berbeda.Â
Cara atau gaya semacam ini pula yang saya tuturkan jika ada siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan jika mengadakan semacam life in di rumah kami, seperti yang kami lakukan selama 4 tahun terakhir.
Sebagai manusia yang kadang merasa hebat, pernah juga terjebak dalam kepongahan ketika mendapat informasi yang terasa janggal dari nara sumber dengan mengejar sehingga yang ditanya menjadi kelimpungan.Â
Suasana semacam ini bisa menjadi bumerang, ketika yang diajak bicara merasa tak bisa menjawab yang pas atau merasa terpojok lalu mundur dengan pelan. Pamit meninggalkan kita tanpa memberi keterangan yang informatif.
Bagaimana saya merasa dihujani pertanyaan demi sebuah informasi yang benar dan tepat. Satu pertanyaan belum terjawab lengkap ditanya yang lainnya. Pertanyaan sesudahnya belum selesai dihubungkan lagi dengan pertanyaan sebelumnya.Â