Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dahlia-dahlia Liar Tepi Telaga

6 September 2019   11:52 Diperbarui: 6 September 2019   14:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dahlia liar tepi telaga Ranu Pani. Dokpri

Lelaki itu hanya diam saja ketika dahlia-dahlia liar di batas kebunnya dibabat habis temannya.

"Akan kutanam rumput gajah saja persedian musim kemarau," ujar Supardi temannya bertani.

Ia hanya tersenyum mendengarnya

Kini ia dapat memandang danau biru itu dengan leluasa, namun apalah arti kejernihan air dan sejuknya pucuk pinus tanpa warna bunga. Lalu ia pun beranjak kembali mengolah ladangnya yang ditanami kentang.

"Tak perlu ngaya... pergilah mungkin hari ini kamu bisa bertemu," kata Emaknya dengan lirih ketika ia mengambil segelas air putih untuk menyiram tenggorokannya yang terlalu haus. Dingin terasa merambat ke seluruh tubuhnya. Disandarkannya cangkul di dinding dangau yang mulai reot.

"Aku pulang...." Emaknya hanya melirik dan tak berani memandang anaknya yang sedang galau. Debu-debu tanah ladang yang mulai mengering beterbangan kala sepatu karetnya terseret langka berat meninggalkan ladang.   

Di bawah sana, pinggir telaga tampak asik Supardi mengumpulkan ranting-ranting dahlia bersama Marni, istrinya. Perempuan manis yang dulu ingin dilamarnya namun kedahuluan Supardi, sebelum ia sempat mengutarakan selain pada Emaknya.

0 0 0

"Kang... Senin depan ikut kami sekeluarga melamar Marni ya....," kata Supardi kala itu ketika sama-sama istirahat di tepi telaga. Ia hanya sedikit termangu dan menjawab dengan suara agak hambar,"Oh iya...."

"Kapan rika (kamu) Kang?" Kembali ia hanya tersenyum mendengar pertanyaan Supardi. Dihisapnya dalam-dalam rokok klobot jagung sambil memandang Emaknya di lereng ladang yang tak lelah menemani bertani.

Dinginnya pegunungan terasa menusuk namun terik matahari begitu menyengat kala ia kembali ke ladang bukan untuk melanjutkan mencangkul namun ingin segera pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun