Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayam Cemani dari Pragolo

25 Juni 2019   21:12 Diperbarui: 25 Juni 2019   21:19 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut pengakuannya, ia bernama Paito dan Wagiman. Sesuai dengan namanya, ia kelahiran pada hari pasaran paing dan wage. Cukup ganteng untuk ukuran orang desa. Ia berasal dari Desa Sumber Buthek karena air di sana sekalipun dari sumur apalagi sungai selalu keruh atau buthek dalam Bahasa Jawa.

Mereka ke rumah saya, seminggu yang lalu dengan tujuan minta supaya juragannya yang bernama Pragolo bisa terpilih menjadi lurah di desanya. Pragolo sendiri dulu hanya seorang kepetengan alias jagabaya atau petugas keamanan desa. Namun karena sering ditinggal nggrandong alias mencari bisikan lelembut untuk minta nomer togel, ia diberhentikan. 

Apalagi sapi sang lurah kala itu hilang. Begitu dipecat dari kepetengan, Pragolo pun digugat cerai istrinya. Namun nasib mujur datang padanya, berhenti jadi kepetengan lalu berhasil menjadi blantik kuda atau penjual kuda. Kini kudanya ada tujuh dan dokarnya ada 10. Bahkan juga punya kebun pinggir desa seluas dua hektar yang ditanami tebu. Hebat kan?

"Sudah kaya kok masih pingin jadi lurah..." kataku.

"Iya Mbah....rasanya Pragolo tidak rela kalau Pitoyo tukang kayu itu terpilih lagi jadi lurah..." jawab Paito sambil tersenyum.

"Hla kamu berdua jadi apa di rumah Pragolo?"

"Wagiman jadi pekatik ( pencari rumput dan perawat kuda ), kalau saya jadi kusir, Mbah," sahutnya.

"Kalian tentu sudah tahu kalau Pitoyo telah berhasil membangun jalan desa, pendapa, dan meningkatnya kesejahteraan warga desa. Memang ada yang masih begitu saja nasibnya karena memang kurang greget kalau kerja...."

"Saya sendiri sebenarnya kurang sreg kala Mas Pragolo jadi lurah Mbah. Hla wong pelitnya amit-amit. Sudah dua bulan ongkos cari rumput belum dibayar Mbah...." sela Wagiman.

"Herannya itu Mbah.... Emak-emak bakul sayur, penjual daging sapi dan ayam apalagi janda-janda yang sering ke pasar naik dokar saya kok mendukung Pragolo ya...."

"Halaaaa....itu urusanmu. Terpenting nanti Selasa Legi kamu ke sini bawa uba rampe sepasang ayam cemani dan sesajen lengkap aku yang sediakan tapi ganti ongkosnya hlo ya....."

Dalam hati aku ngedumel, manusia sekarang kok makin aneh saja. Sudah kaya kok masih saja kepingin lebih kaya lagi dan mau jadi pejabat pula.

0 0 0 0

Fee dari Pragolo. Dokpri
Fee dari Pragolo. Dokpri
Selasa Legi, 25 Juni 2019

Udara dingin Bromo sekitar 17 derajat membuat aku ogah-ogahan ke ladang selain keluar mencari sinyal untuk berwearia dengan Mbak Radina dan Mas Hari. Sinyal yang kendip-kendip mengajakku keluar dan duduk di bawah pohon carica depan rumah. Eh, tiba-tiba saja Paito dan Wagiman muncul dengan naik sekuduk jaman milenial.

Setelah sejenak berbincang Paito memberikan ajam jago cemani (ayam yang serba hitam). Wagiman memberikan sebuah amplop kecil dan tanpa ba bi bu kubuka berisi uang seratus ribu dengan secarik voucher yang di baliknya tertulis 'matur nuwun' Aku cuma tersenyum sambil sedikit nggrundul pelecehan profesi dan ngumpat dalam hati 'kuuaaaaaampreeet.....'

Untuk memandikan. Dokpri
Untuk memandikan. Dokpri
Sesajen sudah siap.
Sesajen sudah siap.
"Harusnya Pragolo ikut ke sini tuk kumandikan eh kuguyang di pelataran dengan sebaskom kembang kenanga biar seger pikirannya. Dan ayam cemaninya kok cuma jago hla babonnya manaaaa....?"

"Waduuuuh ga tau Mbah....."

"Wah kalo begini sulit terpilih jadi lurah."

"Lebih baik begitu Mbah. Nanti janda yang biasanya naik dokar bisa tambah kepingin jadi istrinya. Padahal aku juga naksir....."

"Oawalaaaaa To....Paito..." sergah Wagiman.

"Hla gak mungkin janda naksir kamu. Gak patut (pantas)!" sahut Paito sambil ngakak. Wagiman hanya mesem.

"Sekarang Simbah mau ke Senduro, Lumajang antar sesajen ini. Biar yang mbaureksa tidak girap-girap. Kalau ketemu yang mbaureksa.... Pragolo bakal jadi lurah. Tapi kalau gak ketemu ya nasib Pragolo memang begitu...."

0 0 0 0

Jam 10 siang, aku pun ke Senduro nembus belantara puncak Bantengan dan lereng Semeru. Satu setengah jam perjalanan sudah sampai di sebuah punden keramat di Senduro. Selama perjalanan lupa mematikan hape. Batre pun drop dan tak bisa hubungi Mbak Radina. Langsung balik ke Bromo. Dari Bantengan terlihat Bromo tertutup debu tipis dari kawahnya. Pertanda Pragolo bakal kalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun