Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat Pembakaran dan Pembuatan Batu Kapur Secara Tradisional

28 November 2018   22:14 Diperbarui: 29 November 2018   16:21 1565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang tukang sedang memasukkan kayu bakar ke tungku jobongan. Dokpri

Jumat, 9 November 2018 sekali pun mendung cukup tebal dan angin dari hutan jati cukup deras namun suhu cuaca di Desa Grajagan menunjukkan angka 36C.

Udara yang amat gerah bagi penulis yang terbiasa hidup di daerah pegunungan sekitar Bromo. Ditambah lagi pada hari itu penulis sedang berada di dekat sebuah jobongan untuk melihat pembakaran batu kapur untuk dijadikan kapur atau gamping.

Jobongan adalah sebuah tungku untuk membakar batu kapur yang diambil atau digali dari tebing-tebing perbukitan kapur. Jobongan bentuknya seperti sumur namun menjulang ke atas setinggi sekitar 5-6 meter dengan garis tengah atas 4 meter dan garis tengah bawah 2,5 meter. 

Jadi bentuknya mengerucut ke bawah. Sekali pun menjulang ke atas, bentuknya tidak seperti menara sebab di sisi depan merupakan urukan batu kapur dan tanah kapur yang miring sekitar 45 derajat. Urukan dengan kemiringan ini digunakan untuk naiknya praoto atau truk yang akan menurunkan dan memasukkan batu kapur mentah.

Sumur jobongan. Dokpri
Sumur jobongan. Dokpri
Saat pembakaran dan batu kapur yang belum dimasukkan.
Saat pembakaran dan batu kapur yang belum dimasukkan.
Bagian sisi belakang yang tinggi lurus 90 derajat merupakan lobang tungku lonjong dengan lebar sekitar 50 cm dan tinggi 70 cm. Lobang tungku ini digunakan untuk memasukkan kayu bakar selama proses pembakaran dan pengambilan batu kapur yang telah masak atau biasa disebut gamping.

Setiap jobongan bisa memuat sekitar 19 ton batu kapur. Batu kapur ini diambil dari penggalian tambang tradisional batu kapur di Puger, Jember.

Bahan bakar pembakaran batu kapur ini masih dengan tradisional yakni menggunakan kayu pohon karet, mindi, dan sengon yang dibeli dari masyarakat.

Masyarakat sendiri menebang dari kebun sendiri maupun dari hutan yang dikelola masyarakat atas ijin yang berwenang. Kayu-kayu ini dibeli masih dalam bentuk gelondongan ada yang garis tengahnya 40 cm, sehingga harus dipotong dengan mesin gergaji.

Proses pembakaran berlangsung selama tiga hari berturut-turut tanpa henti dengan menghabiskan kayu bakar sebanyak 36m atau 3 rit atau bak truk. Kayu-kayu bahan bakar ini harus dimasukkan ke dalam tungku hampir setiap 10 menit sekali.

Tukang menggergaji kayu bakar tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai.
Tukang menggergaji kayu bakar tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai.
Jobongan dilihat dekat rumah kami.
Jobongan dilihat dekat rumah kami.
Selama proses pembakaran, suhu di sekitar tungku bisa mencapai sekitar 40 C. Dengan suhu seperti ini maka sangat memeras tenaga pekerja yang secara bergantian bertugas setiap 10 jam sekali. Tanpa peralatan perlindungan keselamatan kerja yang mumpuni. Termasuk petugas pemotong kayu dengan mesin. Sedikit saja kelalaian bisa menyebabkan kecelakaan fatal.

Bahkan di hari ketiga atau hari terakhir, 5 pekerja dan pemilik pembakaran atau jobongan tidak istirahat sama sekali. Pembakaran pada hari pertama biasanya dimulai jam 8 pagi dan selesai pada hari ke 3 sekitar jam 3 atau 4 pagi. 

Empat jam setelah pembakaran selesai, batu kapur yang telah masak atau menjadi gamping akan langsung diambil dari tungku. Padahal gamping masih belum dingin sepenuhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun