Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Banyak Pasien "Dicovidkan" oleh Rumah Sakit, Yakin?

22 Juli 2021   22:00 Diperbarui: 22 Juli 2021   23:04 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemakaman jenazah covid-19 | Sumber Antara Foto/Muhammad Adimaja melalui Kompas.com

Kemungkinan lho ini. Asumsi ya, belum tau faktanya soalnya

Aku menyimpulkan ketika beberapa pihak takut kerabatnya meninggal dengan gejala covid dan menilai "dicovidkan" rumah sakit hal ini terjadi karena perasaan sosial ataupun kebiasaan sosial dan budaya yang biasa dilakukan ketika ada seseorang yang meninggal.

Perasaan sosial yang berkaitan dengan hal seperti tidak bisa menemani atau melihat muka almarhum di saat-saat terakhirnya sampai ke pemakaman

Kebiasaan sosial dan budaya berkaitan dengan tidak bisa melakukan doa bersama, berkumpul bersama di rumah untuk mendoakan almarhum seperti tahlilan.

Dua hal ini lah yang menurutku terasa sekali oleh beberapa masyarakat. Mereka merasa protokol pemakaman covid itu menghalangi kebutuhan akan perasaan sosial dan kebiasaan tersebut.

"Kalau dimakamkan secara (protokol) covid, keluarga dan kerabat tidak bisa melihat secara langsung jenazah almarhum, rumah harus diisolasi selama beberapa hari dan tidak bisa melakukan kegiatan seperti doa bersama atau tahlilan untuk almarhum".

Padahal kita masih bisa melakukan sholat jenazah (bagi yang islam) untuk almarhum yang terkena covid sesuai dengan protokol kesehatan, sebelum dimakamkan. Mendoakan juga bisa dilakukan setiap saat.

Sehingga menurutku kata atau istilah "dicovidkan" adalah upaya beberapa orang untuk melampiaskan kekhawatiran atau ketakutan ketika perasaan dan kebiasaan sosial itu tidak terpenuhi (selain juga karena terpengaruh konspirasi).

Ya sudahlah itu saja. Aku ingin meluapkan keresahanku yang menumpuk lewat tulisan ini. Bagi yang tersinggung karena monolog imajiner di atas, anda tersinggung oleh karakter yang aku buat sendiri. Haha. Fiksi kok bikin kamu tersinggung! 

Kalau judul ini bikin tersinggung, saya hanya minta maaf bikin kamu salah paham. Sampai gak mau baca isinya dengan baik.

Kalau gitu malah aku yang sakit hati, hmmmm~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun