Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Mental Illness" Bukan Alat untuk Cari Perhatian!

10 Mei 2020   23:48 Diperbarui: 11 Mei 2020   11:24 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Segera cara bantu orang terdekat atau profesional jika mengalami gejala penyakit mental|Ilustrasi Shutterstock/Tero Vesalainen

Beberapa minggu yang lalu, terlihat ramai di media sosial pembicaraan tentang isu kesehatan mental. Seseorang yang berkeluh kesah, lelah dengan hidupnya dan ingin melakukan bunuh diri. Selain itu ia juga melukai dirinya sendiri (self-harm)

Banyak respon yang diberikan oleh netizen. Ada yang memberikan semangat dan motivasi. Ada juga yang melihat bahwa ini telah menjadi pola untuk mendapatkan jumlah followers yang banyak secara instan di dunia maya.

Sejumlah netizen menganggap, individu yang mempertontonkan kesedihan hidupnya, seperti stres dan depresi bukan untuk mendapatkan empati, melainkan popularitas.

Apakah orang yang mengidap mental illness menganggap dirinya berbeda? Atau bahkan menganggap dirinya keren, karena hal itu bisa digunakan sebagai persona dan juga tameng? Terutama ketika mereka membuat ataupun mengalami tekanan ataupun masalah.

Bukankah ini terlalu berlebihan? Memang di zaman sekarang terutama di Indonesia, isu kesehatan mental sudah mendapat perhatian lebih dari masyarakat sehingga banyak orang yang terbuka untuk mengeluarkan keluh kesah dan bercerita tentang kondisi mentalnya terkait tekanan atau masalah yang pernah dialami.

Namun ini juga yang menyebabkan banyak orang yang menjadi terlihat "mudah mengeluh" di media sosial. Menceritakan hal-hal yang terkesan depresi untuk menyalurkan kecemasan dalam diri.

Padahal cerita tersebut mungkin lebih baik disimpan saja atau bisa juga curhat dengan lingkaran sosial terdekat, bukan malah disebar dan akhirnya dikonsumsi publik. Ya meski, media sosial memang ladang bagi orang-orang yang membutuhkan perhatian.

Tapi benarkah orang-orang yang "merasa" mengidap mental illness ini cari perhatian saja? Lalu dengan kejadian ini, apakah isu kesehatan mental dipandang sebelah mata?

Menyoal Orang Bunuh Diri yang "Caper" di Media Sosial

"Pengen bunuh diri kok caper?" 

Begitu para netizen dan influencer sosial media menyikapi hal tersebut. Mereka merasa orang-orang yang memiliki keinginan bunuh diri tapi malah bikin status dan posting foto hanyalah orang yang butuh perhatian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun