Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melawan Orangtua Hanya akan Menyakiti Diri Sendiri

15 Februari 2020   17:25 Diperbarui: 15 Februari 2020   20:22 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tidak mematuhi orangtua (Sumber gambar dari www.drphil.com)

Sebentar, maksud "melawan" di sini bukan dalam bentuk perilaku yang secara norma umum terlihat "kurang ajar", tetapi lebih kepada bagaimana "melawan" dalam hal ini seperti memiliki pendapat yang berbeda ataupun ingin merubah sikap dan perilaku orangtua.

Mungkin ada yang pernah merasa seperti ini kawan, ingin sekadar memberi tahu atau sharing dengan orangtua malah dibilang "ngatur-ngatur orangtua". Kadang berdebat masalah yang berkaitan dengan teknologi ataupun tentang hal yang mereka tidak ketahui, ketika sudah coba menjelaskan, kita akhiri dengan "ngerti kan ma/pa?" atau "paham kan ma/pa?", malah dibilang "sok pinter" dan menggurui.

Saya tahu, tidak semua orangtua seperti ini, tapi ada bagian dari diri manusia yang namanya harga diri juga kan. Jadi bisa saja ada "gesekan" antara pendapat yang akhirnya membuat harga diri seseorang tersinggung.

Terus kita berharap kalau orangtua kita berubah sesuai dengan yang kita inginkan, seperti dalam hal kebiasaan, cara bicara, cara berjalan, hidup sehat dan lain sebagainya. Ketika mencoba ngomongin hal tersebut, terkadang malah dikira mencoba menasehati orangtua.

Memang susah mungkin kalau berinteraksi dengan orang yang berbeda pendapat dan kaku dalam menerima pemahaman yang bertolak belakang. Tapi kenapa sih ketika kita dalam situasi "adu mulut" dengan orangtua, justru malah rasa sedih dan gregetan yang timbul?

Beberapa Orangtua Sudah Sangat "Terbentuk" Kepribadiannya

"Mereka melakukan rutinitas, dan rutinitas itu lama kelamaan akan menjadi seperti sebuah program dalam tubuh mereka dan jika sudah lama, mereka akan kesusahan dalam membuat program yang baru" Dr Joe Dispenza dalam Impact Theory

Benar, kebiasaan yang terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah bagian dari kepribadian dan sifat individu. Orangtua pada contoh ini, mereka sudah terbiasa membawa nilai-nilai yang mereka pahami sejak dulu. Apalagi zaman sudah berbeda, teknologi semakin maju dan anak-anak sekarang lebih cerdas apalagi dengan derasnya kemajuan media informasi. Para orangtua mungkin akan merasa ada "jarak" antara mereka dengan dunia yang semakin maju.

Beberapa orangtua lebih aman pada zona nyaman (program) mereka pastinya. Hal ini berlaku pada nilai, kebiasaan, perilaku, pemahaman, dan sudut pandangnya terkait kehidupan. Dan ketika ada yang berusaha memberi saran yang berlawanan, jujur saja mereka akan merasa "terserang". Beberapa orangtua akan merespon dengan tenang, tapi ada sebagian juga yang emosional dalam menyikapi hal ini.

Semakin Bertambah Umur, Kemungkinan Semakin Sulit Berubah

"Pada saat umur 35 tahun, 95% dari diri kita itu berisi tentang hal-hal yang sering kita lakukan, seperti perilaku, reaksi emosional, kebiasaan yang sering dilakukan, sikap bawaan, kepercayaan serta persepsi dan itu semua akan berfungsi seperti program komputer. Dan ketika ada orang yang berharap, dengan sisa 5% dari pikiran sadarnya. Lalu berkata, aku ingin sehat, aku ingin bebas, atau aku ingin bahagia. Tetapi tubuh kita terlanjur memiliki pemrograman yang berbeda dengan hal itu" Dr. Joe Dispenza dalam Impact Theory

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun