Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penyebab Persekusi

5 Juni 2017   08:45 Diperbarui: 28 September 2017   14:06 3140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau kita melihat di media sosial, facebook, saat-saat ini sering terlihat dalam foto dan status yang terunggah menggambarkan seseorang tengah meminta maaf pada sekelompok masyarakat. Untuk menunjukan keseriusan dalam meminta maaf, orang itu menandatangani selembar surat pernyataan yang bermeterai. Dengan selembar surat itu, ia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.

Kejadian seseorang meminta maaf pada sekelompok orang tadi, terjadi karena orang itu dalam status di facebook atau media sosial lainnya telah melakukan pelecehan, merendahkan, atau menghina seseorang yang dihormati di masyarakat, seperti ulama atau ustad. Bahkan ada yang menghina agama. Status tersebut biasanya langsung direspon oleh masyarakat yang merasa tersakiti dengan memviralkan,  mengecam, dan mendatangi pelaku (persekusi). Memviralkan untuk menunjukan bahwa ada seseorang yang telah melakukan penghinaan dan pelecehan.

Bila itu sudah terjadi maka masyarakat merasa ada masalah besar yang dialami dan harus diselesaikan. Dari sinilah selanjutnya bila alamat pelaku pelecehan atau penghinaan diketahui, ia akan dicari oleh sekelompok masyarakat dan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan.

Apa yang dilakukan sekelompok orang itu dengan memviralkan dan mendatangi pelaku status pelecehan dan penghinaan memang mampu membuat pelaku langsung merespon dengan langsung meminta maaf. Dalam facebook atau media sosial lainnya, dalam statusnya, ia berjanji tidak akan mengulang apa yang telah dilakukan. Bila tidak demikian, di hadapan sekelompok masyarakat, ia menyatakan tak mengulang lagi kesalahannya. Biasanya setelah membuat pernyataan minta maaf, masalahnya dianggap sudah selesai.

Dari fenomena tersebut, di mana seseorang dirasa membuat kesalahan dan akhirnya ia di-gerudug (persekusi) oleh sekelompok orang hingga akhirnya membuat pelaku meminta maaf dan menyatakan jera, menunjukan sebuah realita bahwa hukum formal yang ada di negara ini tidak berlaku. Negara sebagai ‘wasit’ ketika ada masalah di antara masyarakat sepertinya diabaikan. Masyarakat sekarang lebih suka menggunakan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah.

Bila fenomena demikian terus berlangsung maka akan membuat masyarakat menyelesaikan masalah yang ada dengan cara-cara mereka sendiri tanpa melalui proses hukum formal yang ada.

Mengapa sekarang masyarakat lebih suka menyelesaikan masalah penghinaan dan pelecehan pada sesuatu yang dihormati dengan cara-caranya sendiri? Alasannya adalah, pertama, masyarakat sepertinya sudah tidak percaya pada penegak hukum dalam soal hukum. Oleh sebagaian masyarakat, penegak hukum dianggap tidak adil kepada mereka. Kelompok masyarakat ini menyakini, sudah banyak pelecehan dan penghinaan yang dialamatkan padanya dari kelompok lain namun selama ini pula aparat hukum tidak bertindak bahkan terkesan melindungi pelaku. Akibat tidak ditegakkannya hukum oleh aparat maka pelaku penghinaan semakin banyak dan semakin sering dilakukan tanpa ditindak bahkan dilindungi.

Kedua, masyarakat merasa proses hukum kepada pelaku pelecehan atau penghinaan  terlalu lama bahkan dirasa aparat tidak serius. Proses hukum yang ada seolah-olah diulur-ulur tanpa tahu kapan selesainya. Akibatnya masyarakat yang merasa menjadi korban menjadi gelisah akan ketidakpastian penegakan hukum. Demo jutaan orang yang dilakukan berulang-ulang sebenarnya tidak akan terjadi bila aparat tegas dan adil dalam menegakan hukum. Sebab hukum dirasa lambat bahkan tidak adil maka membuat jutaan orang harus turun melakukan demonstrasi bahkan sampai berulang-ulang.

Ketiga, ada anggapan bahwa proses hukum penuh dengan intervensi. Proses hukum di Indonesia dirasa penuh intervensi sehingga keputusan yang ada bisa dipengaruhi oleh kekuatan di luar pengadilan. Dari kekhawatiran ini bisa-bisa pelaku yang telah menyakiti masyarakat bisa bebas karena adanya intervensi proses hukum. Intervensi dalam proses hukum itu sangat mungkin sebab pimpinan-pimpinan institusi penegak hukum tak jauh dari partai politik.

Keempat, masyarakat saat ini bahkan sebelumnya sudah merasakan bahwa hukum yang terjadi tidak adil. Artinya, bila pelaku adalah orang yang jauh dari kekuasaan atau bahkan melawan kekuasaan maka proses hukumnya dilakukan secara cepat namun bila pelaku hukumnya dekat dengan kekuasaan, proses hukumnya bukan hanya lambat namun bisa jadi lewat atau tak ditangani. Untuk itulah di sini menjadi tantangan dan peluang bagi "LPSK" untuk bisa memberi kepastian hukum pada pihak-pihak yang memberi saksi. 

Hal demikianlah yang menyebabkan masyarakat memilih menggunakan cara-caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri sebab dirasa bila menyerahkan masalahnya kepada aparat hukum maka kasus yang ada prosesnya bisa lama bahkan tak terselesaikan padahal ini masalah rasa keadilan. Untuk itu masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri karena dirasa bisa lebih cepat dalam penyelesaian. Cara-cara sendiri itu seperti di atas, ketika ada yang melecehkan sesuatu yang dihormati maka sekelompok orang akan mendatangi pelaku dengan meng-grudug. Cara grudugan ini tentu akan membuat pelaku akan langsung merasa bersalah dan minta maaf tanpa bisa menjelaskan maksud tulisan yang diunggah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun