Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Mengumbar Janji

23 Maret 2016   07:59 Diperbarui: 23 Maret 2016   08:07 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Biasa dalam setiap menjelang Pemilu, entah itu Pilkada, Pileg, Pilpres, pemilihan kepala desa atau pemilihan-pemilihan yang lain, calon yang bersangkutan mengumbar janji kepada masyarakat. Mereka mengatakan bila dirinya terpilih akan, misalnya, menurunkan harga sembako, menggratiskan biaya pendidikan, mengangkat pegawai negeri sipil, mengatasi banjir serta kemacetan, dan lain sebagainya. Ketika semua berjanji maka menjelang pemilu, janji-janji itu bertebaran di masyarakat, entah lewat baliho, spanduk, media sosial, media massa, maupun saat tatap muka langsung antara pihak yang berjanji dengan masyarakat.

Di tengah kondisi masyarakat yang serba kekurangan, kemiskinan, pengangguran, ketidakjelasan status pegawai, tidak bisa menyekolahkan anak, dan masalah yang lain, tentu janji yang diumbar itu seperti angin surga. Ada sebuah harapan baru ketika ada orang yang menawarkan sesuatu, di mana tawaran itu dirasa bisa mengubah hidupnya yang selama ini terus dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Namun ketika seseorang itu terpilih, entah menjadi presiden, kepala daerah, wakil rakyat, kepala desa, atau kepala bidang lainnya, apa yang dikatakan tadi, apa yang dijanjikan sebelumnya, belum tentu direalisasikan. Faktornya bisa jadi banyak, misalnya apa yang dikatakan menjelang pemilu rupanya tidak menjadi prioritas dalam pembangunan yang hendak dilakukan atau anggaran yang ada tidak mencukupi. Seperti anggaran untuk menggaji pegawai rupanya tidak cukup apabila jumlah pegawai ditambah.

Hal demikian rupanya tidak dipahami oleh masyarakat, masyarakat yang sudah memilih tidak mau tahu, yang pasti mereka yang sudah mengumbar janji diharapkan segera untuk merealisasikan apa yang sudah dikatakan. Masalahnya mungkin tidak menjadi panjang bila pemerintah segera merealisasikan janjinya atau memberi sosialisasi dan pengertian akan keadaan anggaran yang dimiliki sehingga janjinya belum bisa dikabulkan. Sayangnya pemerintah diam terhadap janji yang pernah diumbar bahkan terkadang pemerintah malah beralasan yang macam-macam.

Ketika masyarakat dalam kondisi yang sudah tidak menguntungkan dan tetap dalam keadaan yang seperti itu meski pemerintahan telah berubah, hilanglah kesabaran mereka. Mereka yang terhimpun dalam berbagai organisasi profesi yang tersebar di berbagai daerah bersatu di Jakarta untuk menyampaikan tuntutannya agar nasib mereka diperhatikan sesuai dengan apa yang dijanjikan, seperti yang statusnya pegawai honorer diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Mereka menuntut hal yang demikian bisa jadi sebelumnya ada janji pengangkatan pegawai honorer menjadi pegawai negeri sipil.

Tidak aspiratifnya pemerintah atau membiarkan tuntutan yang disuarakan hanya menggaung di luar istana membuat mereka kecewa hingga salah satu di antara mereka ada yang mengancam seorang menteri. Ancaman itu menjadi heboh sebab apa yang dipesankan bukan sesuatu yang biasa namun sudah pada taraf mengganggu keselamatan jiwa. Tentu kita sayangkan bila ada seseorang yang mengancam pihak lain dengan cara-cara akan melakukan tindakan kekerasan. Hal demikian akan mengganggu kenyamanan dan keselamatan pihak lain. Namun bisa jadi orang yang mengancam tadi sudah gelap mata, nasibnya selama ini tak berubah meski sudah puluhan tahun mengabdi pada negara.

Janji yang pernah akan ada pengangkatan pegawai negeri sipil rupanya berlarut-larut atau ditunda-tunda dengan alasan negara tidak mempunyai anggaran. Bahkan ada selentingan menteri yang lain yang mengatakan, mereka yang menuntut untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil adalah orang yang tidak lolos test PNS.

Di sinilah yang menyebabkan timbulnya kekecewaan bagi masyarakat terhadap seseorang yang telah mengumbar janji. Mereka yang telah berjanji kemudian tidak menepati, selain akan di-bully juga akan dianggap sebagai orang pembohong. Maukah pemimpin disebut sebagai seorang pembohong?

Berjanji saat kampanye dalam pemilu itu sah-sah saja namun  agar tidak membuat apa yang dikatakan itu menimbulkan masalah di kemudian hari, tentu mereka yang berkampanye itu harus realistis dalam mengeluarkan perkataannya. Jangan memudahkan masalah tanpa melihat akar masalahnya. Dulu ada yang mengatakan mengatasi banjir dan kemacetan di Jakarta itu tidak sulit-sulit amat. Buktinya sampai saat ini Jakarta masih dilanda kemacetan dan banjir.

Di masa-masa menjelang kampanye, biasanya seseorang kalap mengumbar janji tanpa melihat resiko yang ada. Mereka mengeluarkan janji secara emosional sebab ingin memenangi pemilu. Ketika orang secara emosional memgumbar janji, tak heran apa yang dijanjikan itu irasional, sesuatu yang tidak mungkin bahkan membahayakan orang atau masyarakat lain. Misalnya saja dalam kampanye, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, mengatakan melarang orang Muslim masuk Amerika Serikat bila dirinya menjadi Presiden Amerika Serikat.

Tentu apa yang dikatakan Trump itu menimbulkan masalah tidak hanya bagi ummat Islam di dunia namun juga bagi konstitusi dan masyarakat Amerika Serikat sendiri. Apa yang dikatakan Trump bisa saja menarik bagi sebagaian kalangan di negeri Paman Sam itu namun apa yang dikatakan itu membahayakan bagi yang lain meski setelah terpilih janji itu pastinya tidak akan dilakukan oleh Trump. Ketika janji ini tidak ditepati tentu akan mengecewakan bagi orang yang sudah mencoblos Trump.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun