Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia, Indonesia, dan Kapitalisme Sepakbola

10 Juni 2025   17:28 Diperbarui: 10 Juni 2025   17:28 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tampil dalam laga Piala Dunia sekarang bukan impian lagi bagi bangsa Indonesia dan negara lainnya yang selama ini sama sekali belum pernah tampil dalam putaran final. Dulu bangsa-bangsa Asia dan Afrika sangat sukar sekali menuju pentas dunia. Hal demikian bisa terjadi karena event sepakbola itu masih 'dimonopoli' oleh negara-negara Eropa.

Mereka memonopoli Piala Dunia karena merasa kualitas bermain sepakbolanya lebih unggul dibanding dengan benua lain sehingga benua itu merasa menjadi kiblat dan pusat perkembangan kemajuan sepakbola dunia. Bangsa Eropa merasa tak hanya pandai bermain bola namun mereka juga yang membuat kebijakan atau regulasi sepakbola dunia. Sementara benua lainnya, Asia dan Afrika, masih dipandang sebelah mata. Tak heran bila jatah untuk lolos dalam putaran Piala Dunia, Asia dulu paling sedikit antara 2 - 4 negara sehingga negara yang lolos hanya itu-itu saja, seperti Korea Selatan, Jepang, Iran, dan Saudi Arabia. Sedang Afrika jumlah negara yang lolos di atas Asia namun masih jauh dibanding dengan negara Eropa sehingga yang lolos juga negara-negara itu-itu saja seperti Nigeria, Mesir, Senegal, dan Kamerun.

Ketika kuantitas jumlah penduduk Eropa, kulit putih, semakin menurun di satu sisi dan di sisi lain semakin banyaknya kaum imigrant yang semakin meramaikan dunia sepakbola di Eropa, baik dalam liga profesional maupun timnas, membuat mata bangsa Eropa semakin terbuka bahwa di Asia dan Afrika banyak potensi talenta pemain dunia sehingga mereka perlu banyak dilibatkan dalam berbagai kesempatan.

Ketika liga sepakbola professional hanya memburu keuntungan ekonomi maka klub-klub kapitalis itu tidak lagi terkungkung pada masalah bangsa, suku, dan agama (ras) sehingga siapapun pemain yang punya bakat dan ketrampilan bermain bola yang hebat dari manapun negara, agama, dan keturunannya akan dibeli. Dari sinilah pemain dari Afrika, Latin, Asia, dan anak imigrant banyak bermain dan bahkan menjadi bintang dalam liga professional.

Keahlian mereka bermain bola rupanya tidak hanya dibutuhkan oleh kesebelasan professional, negara juga membutuhkan sehingga saat ini negara-negara besar di Eropa ada dan bahkan banyak pemainnya berasal dari keturunan imigrant. Dulu timnas yang diisi oleh pemain keturunan imigrant hanya Perancis, selanjutnya merembet ke Inggris, Jerman, Swiss, bahkan Italia dan Spanyol pun juga menyerap pemain keturunan imigrant.

Hadirinya pemain imigrant tidak hanya menjadi pelengkap namun sudah menjadi penentu. Di Perancis, Zinedine Zidane adalah kunci. Di Jerman, Mesut Oziel adalah penentu. Demikian juga di liga professional banyak pemain dari luar Eropa dan keturunan imigrant menjadi gaco, seperti Mohammad Salah di Liverpool dan Lamine Yamal baik di Timnas Spanyol dan Barcelona.

Industri sepakbola dalam liga professional yang banyak memberi keuntungan bagi klub-klub di Eropa, rupanya diadopsi oleh UEFA dan FIFA dalam menyelenggarakan kejuaraan sepakbola antarnegara. Badan sepakbola itu juga merasa bahwa sepakbola adalah cuan yang melimpah. Untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda maka durasi pertandingan semakin diperbanyak dan diperpanjang, caranya jumlah negara dalam putaran final Piala Eropa dan Piala Dunia ditambah. Dari setiap pertandingan itulah banyak uang mengalir. Saat ini kapital mengalir deras tak hanya dalam pertandingan sepakbola professional namun juga antarnegara.

Di Piala Dunia awalnya hanya 24, kemudian naik 32 hingga bertambah menjadi 48 negara pada Piala Dunia 2026. Semakin banyaknya tim yang 'diundang' juga menjadi berkah bagi persepakbolaan di Asia, Afrika, dan Indonesia. Asia dari awalnya jatahnya hanya berkisar 4 menjadi 8,5.

Semakin banyaknya tim yang diundang dalam putaran final Piala Dunia 2026 memberi peluang bagi Indonesia, Irak, UEA, Qatar, dan negara lainnya untuk bisa berpartisipasi dalam putaran final. Indonesia dalam menangkap peluang ini jauh-jauh hari telah menempuh banyak cara, mendatangkan pelatih berkualitas dan melakukan naturalisasi pemain secara massif.

Langkah yang dilakukan Indonesia bisa mendongkrak performance timnas sehingga mampu memanfaatkan peluang yang ada untuk tampil dalam putaran final Piala Dunia 2026. Hal ini terlihat dari terus melajunya rangking FIFA dan lolos ke Putaran 4.

Ketika Piala Dunia sudah di depan mata, sekarang tinggal bagaimana Indonesia memanfaatkan laga-laga selanjutnya agar lolos dalam putaran final. Peluang besar ini harus dimanfaatkan agar anggapan kita tidak bisa tampil dalam putaran final Piala Dunia sampai kiamat tidak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun