Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gubernur Konten, Efektifkah Pembangunan?

18 Mei 2025   11:20 Diperbarui: 18 Mei 2025   13:33 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biro Jabar via KOMPAS.com

Media sosial (medsos) apapun namanya saat ini tidak hanya sebatas untuk menyambung tali silaturahmi atau persahabatan dengan siapa saja namun keberadaannya mampu untuk mendongkrak citra seseorang. Sudah banyak orang citranya terangkat gara-gara menjadi medsoser. Ada keuntungan pada seseorang ketika dirinya menjadi medsoser, selain uang, namanya juga bisa popular sehingga kepopularannya itu bisa dikapitalisasi untuk berbagai kepentingan.

Dalam dunia politik, medsos juga juga sangat berperan untuk berkampanye bagi politisi. Lewat media ini, seorang politisi memvisualkan dirinya sebagai orang yang dekat rakyat dan membela kepentingan mereka. Ketika dirinya sudah terpilih menjadi wakil rakyat atau pemimpin di lembaga eksekutif, peran medsos yang telah membantu dirinya tidak ditinggalkan namun tetap dimanfaatkan lewat tim media yang dibentuk.

Dari sekian politisi yang menggunakan medsos untuk menunjukan aktivitas dirinya adalah sosok yang saat ini menjadi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Lewat kemajuan teknologi yang mudah digunakan oleh siapa saja, pria yang akrab dipanggil Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu mengunggah segala aktivitasnya dalam media sosial seperti youtube. Tayangan yang ada mendapat respon yang baik dari penonton sehingga citranya terangkat dan hal ini menjadi modal bagi dirinya untuk menjadi gubernur. Kegemarannya mengunggah aktivitasnya dalam medsos inilah yang membuat dirinya disebut sebagai Gubernur Konten.

Lalu apakah setelah seorang kepala daerah mengunggah semua aktivitasnya dalam medsos, masalah dan tantangan pembangunan di daerahnya akan selesai? Tentu tidak. Banyak orang banyak yang tidak tahu, bisa pula sudah banyak yang tahu, bahwa membuat konten medsos seperti di youtube, itu juga perlu persiapan. Bila mau membuat konten yang penuh drama, perlu persiapan-persiapan seperti membuat film, ada produser, sutradra, cameramen, tata lampu dan suara, figuran tambahan, dan pastinya lokasi. Lokasi inilah yang menentukan drama apa yang mau dibuat. Bila di daerah kumuh, perkampungan orang miskin, maka drama yang akan dibuat adalah membantu mereka, lewat menyalurkan bansos atau memberi uang.

KDM membuat suatu konten pasti sebelumnya sudah menjadwalkan di mana dirinya akan melakukan kunjungan atau peninjauan. Tim medianya pun juga siap mendampingi dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan serta skenario yang akan dibuat. Setelah berada di lapangan, kameramen atau videografer akan mengambil gambar dengan sudut yang dirasa paling bagus. Setelah selesai, pastinya lebih dulu akan diedit. Dalam mengedit tentu akan dicari sisi-sisi yang baik sedang yang buruk akan dihilangkan. Adegan diusir warga atau diteriaki masyarakat pasti akan disensor atau dikemas tidak brutal. Dari sinilah membuat tayangan di youtube itu menjadi bagus dan menaruh simpati.

Gambar yang dibuat tidak hanya yang bagus dalam sisi sudut pengambilan gambar dan suara namun 'film' yang dihasilkan the end-nya memberikan solusi atau penyelesaian yang berpihak kepada yang lemah. Kalau dalam film superhero, the end-nya, superhero-nya menang maka dalam adegan yang dibuat oleh kepala daerah atau pimpinan eksekutif adanya pemberian perhatian atau bantuan.

Bila hal demikian yang dipegang dan sebagai bukti bahwa kepala daerah sudah bekerja dan mampu menyelesaikan masalah, maka bisa dibayangkan permasalahan pembangunan bisa tuntas di medsos bukan di kantor pemerintahan atau gedung wakil rakyat. Akibatnya kepala daerah sehari-harinya berada di lapangan dan membuat konten.

Menjadi pertanyaan, apakah pemimpin turun ke lapangan menjadi tujuan utama? Seorang pemimpin juga harus mempunyai ide, gagasan, saran, dan petunjuk. Apa yang ada di otaknya tidak boleh dipakai sendiri namun harus ditularkan kepada struktur di bawah. Ini penting sebab kekuasaan itu mempunyai struktur dan jaring-jaring pelaksana tugas. Struktur dan jaring-jaring pelaksana tugas ini dibuat agar pekerjaan yang ada tidak diborong oleh seseorang. Pekerjaan yang ada harus didistribusikan kepada yang lain agar pemerintahan yang ada menjadi efisien, efektif, dan tidak dimonopoli oleh satu orang.

Apa yang dilakukan oleh KDM dengan konten-kontennya seakan-akan menunjukan gambaran di atas bahwa semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Mantan Bupati Purwakarta itu bisa jadi merasakan bahwa dirinya sudah membawa Jawa Barat menjadi lebih baik namun sesungguhnya dirinya membuka aibnya bahwa sistem pemerintahan di provinsinya berjalan tidak efektif dan efisien sebab tidak melibatkan pihak yang lain.

Apa yang dilakukan KDM memang trending dan viral namun apakah semua yang dilakukan terbukti sukses? Perlu diukur dan disurvei secara jujur nantinya. Jadi ulah KDM tidak bisa dijadikan patokan dalam bekerja. Toh juga banyak gubernur, bupati, dan walikota yang lain tanpa menjadi 'kepala daerah konten' mereka juga bekerja dengan serius tanpa hiruk pikuk dan sorak sorai lewat medsos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun