Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Syarat Bila Ingin Membentuk Poros Islam

5 Mei 2021   10:48 Diperbarui: 5 Mei 2021   11:14 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski disebut Pemilu 2024 masih jauh namun dua partai Islam, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berencana membentuk Poros Partai Islam. Pernyataan itu diungkapkan oleh elit kedua partai itu setelah mereka melakukan pertemuan. Keinginan PKS dan PPP itu rupanya mendapat tanggapan yang positif dari partai yang Islam lainnya, yakni Partai Bulan Bintang (PBB).

Diharapkan dari berkoalisinya partai Islam, keberadaan partai-partai Islam yang nyungsep pada masa Presiden Joko Widodo ini bisa kembali solid, besar, dan mempunyai daya tawar yang lebih tinggi seperti Masyumi pada masa Orde Lama dan PPP pada masa Orde Baru.

Kalau kita amati, selepas Orde Baru, keberadaan beberapa partai Islam dari waktu ke waktu semakin menyusut jumlah perolehan suaranya sehingga kursi yang diraih pun terbilang sedikit. Hal demikian membuat daya tawar partai-partai Islam menjadi rendah dan lemah. Kalau kita lihat dari hasil Pemilu 2019, PPP sebagai partai Islam yang kuat di masa Orde Baru, saat ini pada posisi yang sangat mengkhawatirkan, berada pada posisi juru kunci. Meski demikian partai berlambang rumah Allah itu masih bisa bersyukur sebab pada Pemilu 2019, mereka bisa lolos dari parliamentary threshold (PT).

Untung revisi UU Pemilu batal disepakati sehingga rencana menaikan PT yang saat ini 4 persen, hendak dinaikan menjadi 5 persen bahkan 7 persen, tidak terjadi. Bila PT dinaikan, bisa-bisa PPP dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang juga sebenarnya partai Islam; tidak akan lolos ke Senayan. PT tidak dinaikan untuk Pemilu 2024 saja sudah membuat PPP dan PAN ketar-ketir, apalagi bila benar-benar dinaikan.

Nah kerja sama antar beberapa partai Islam itulah diharapkan mampu meningkatkan ukhuwah politik sesama partai Islam sehingga mereka bisa saling tolong menolong dan membantu. PKS yang saat ini cemerlang diharap bisa membantu PPP di DPR bila ada revisi UU Pemilu yang tidak menguntungkan mereka.

Mengapa beberapa partai Islam saat ini mengalami penurunan suara bahkan ada yang tidak lolos PT maupun tidak ditawari masuk dalam kekuasaan sehingga terus berada di luar kekuasaan atau menjadi oposisi? Kalau kita amati, dalam Pemilu Presiden 2014, posisi partai-partai Islam seperti PKS, PPP, PBB, dan PAN, berkerumun mendukung calon presiden Prabowo-Hatta, berada pada nasib yang kurang beruntung. Dukungan yang mereka berikan, tidak membawa kemenangan. Akibat yang demikian membuat posisi mereka selanjutnya menjadi sulit dan dipersulit. Sebab pada pihak yang kalah membuat mereka tidak mempunyai akses kepada kekuasaan. 

Tak hanya itu, beberapa partai Islam yang ada pun dilanda konflik internal, entah konflik alamiah atau penyusupan. PKS mengalami konflik internal dan PPP pun juga demikian. PPP paling dirugikan dari konflik internal setelah kalah mendukung Prabowo-Sandi. Konflik internal inilah yang membuat keberadaan mereka, PPP, semakin menyusut sehingga berimbas pada perolehan suara pada Pemilu 2019.

Kekalahan partai-partai Islam yang mendukung Prabowo-Hata dalam Pemilu Presiden 2014 menjadi pelajaran bagi mereka. Agar kondisi partai tidak bertambah babak belur, beberapa partai Islam seperti PPP dan Partai Bulan Bintang, mulai realistis dan pragmatis sehingga dalam Pemilu Presiden 2019, mereka memilih mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amien meski di kalangan ummat lebih banyak yang memiliki Prabowo-Sandi. Pilihan inilah yang membuat PPP dijauhi ummat dan mereka tak sudi memilih PPP.

Memang dalam Pemilu Presiden 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amien menang dalam pemungutan suara namun perolehan suara PPP dalam pemilu legislatif kecil sehingga daya tawar kepada kekuasaan rendah. PPP di kekuasaan saat ini seolah-olah hanya sebagai pelengkap.

Keinginan bangkitnya partai-partai Islam menjelang Pemilu 2024 tentu disambut hangat oleh ummat. Ummat saat ini merasa ada aspirasi-aspirasi mereka yang tidak bisa disalurkan, tersumbat, dan tidak bisa diperjuangkan sehingga hubungan antara ummat dan kekuasaan saat ini terbilang tidak mesra.

Keinginan kembali bangkit dari partai-partai Islam dalam kutub yang disebut Poros Partai Islam pastinya tidak mudah. Ada beberapa tantangan yang dihadapi. Tantangan itu adalah, pertama, semakin banyak lahir partai yang berhaluan sekuler, nasionalis, atau idelogi lainnya. Hadirnya partai-partai ini rupanya mampu mengundang perhatian masyarakat. Respon dari masyarakat terhadap partai-partai baru non-Islam cukup bagus sehingga eksislah partai semacam Nasdem, Perindo, PSI, dan sebelumnya Gerindra. Hadirnya partai-partai ini mampu menggerus suara-suara partai yang ada, termasuk partai Islam itu sendiri.

Kedua, menyusutnya partai-partai Islam dan maraknya partai-partai yang berbasis ideologi sekuler, nasionalis, dan lainnya, itu tidak bisa dilepaskan dari faktor dana atau biaya operasional partai. Harus kita akui, partai-partai Islam selama ini merupakan partai yang mengalami kesulitan dana. Untuk memenangi pemilu-pemilu yang ada, diperlukan dana yang tidak kecil, dan inilah yang tidak dimiliki oleh partai-partai Islam. Sementara partai-partai sekuler, nasionalis, dan ideologi lainnya, mereka memiliki uang yang melimpah. Hal ini bisa terjadi karena partai-partai itu dimiliki atau didukung oleh pengusaha-pengusaha besar, konglomerat, yang memiliki uang yang tak habis-habisnya bila demi untuk kepentingan politik.

Masalah dana inilah yang menjadi tantangan bagi partai-partai Islam. Selama mereka bisa mengatasi masalah ini, maka keinginan untuk bangkit akan tercapai. Kalau masih mengalami kesulitan dana, maka keberadaan mereka tidak akan berubah dari kondisi seperti saat ini.

Ketiga, belajar dari pengalaman terbentuknya Poros Islam pada tahun 1999, harus ada sosok yang kuat dan bisa menyatukan. Sosok ini tidak hanya kuat dan bisa menyatukan namun juga sebagai simbol lawan, rival, dari kelompok yang lain. Pada masa itu, sosok Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab dipanggil Gus Dur merupakan sosok yang kuat, bisa menyatukan partai-partai Islam serta sebagai simbol rival dari kelompok yang lain. Gus Dur kuat sebab ia mempunyai basis masa di PKB dan NU.

PKB saat itu juga merupakan partai baru yang hadir dalam demokrasi selepas Orde Baru dan memiliki jumlah kursi yang kuat. Gus Dur pada saat itu juga dianggap sebagai sosok yang mampu menjadi rival Megawati Soekarnoputri yang juga mempunyai potensi besar menang dalam pemilihan presiden di MPR. Awalnya PKB mendukung Megawati sebagai presiden namun karena Gus Dur maju dalam pemilihan presiden di MPR, maka gerbong PKB pastinya langsung berubah mendukung Gus Dur.

Nah sosok seperti Gus Dur pada tahun 1999 itu apakah ada pada Pemilu 2024? Nah itu yang ditunggu ummat. Pastinya sosok yang ada wajib mempunyai dukungan politik dan ummat yang kuat serta sebagai simbol rival dari kekuasaan yang saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun