Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ragam Cara Memiliki Partai Politik

24 Maret 2021   08:16 Diperbarui: 24 Maret 2021   08:22 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam konstitusi kita, partai politik ditempatkan dalam ruang yang sangat dominan dalam proses-proses pengambilan kebijakan dan penentuan arah dalam kehidupan. Contohnya, syarat untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, hanya bisa dilakukan oleh partai politik. Jauh sebelum itu, Presiden bila hendak membuat undang-undang, ia harus melakukan kesepakatan dengan DPR yang berisikan fraksi-fraksi partai politik. Tak hanya itu, sebagai anggota DPR, para utusan partai politik itu pun juga mempunyai hak pengawasan dan anggaran. Dari sinilah membuat tak hanya Presiden, partai politik pun bisa menentukan hitam putihnya proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kekuasaan yang demikian luas dan banyak dimiliki oleh partai politik, membuat orang dan atau masyarakat kerap membentuk partai politik. Mereka membentuk partai politik dengan satu tujuan untuk meraih kekuasaan dan menikmati buah dari kekuasaan yang rasanya manis.

Kalau kita lihat dari sejarah pemilu dan partai politik di Indonesia, setiap pemilu hadir partai-partai baru. Mereka hadir untuk menawarkan sesuatu yang dirasa belum ada meski pengurusnya bisa dikatakan lama atau itu-itu saja. Di tahun 1955 dan 1999, peserta pemilu yang ada diikuti partai politik yang jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan.

Namun untuk mendirikan, merawat, dan menjaga partai politik itu tidak semudah besarnya hasrat berkuasa. Bila ingin mendirikan partai politik, maka deklarator, inisiator, dan tim harus membangun jaring-jaring dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Bila dari waktu ke waktu terjadi pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota, maka jumlah infrastruktur yang dibentuk pastinya akan semakin banyak, tinggi.

Untuk membentuk kepengurusan di wilayah dan daerah, tentu tidak gratis atau tanpa modal. Pembentuk partai politik harus mempunyai modal yang banyak atau tinggi agar mampu membiayai berdirinya kantor, membentuk pengurus serta memenuhi perlengkapan administrasi agar keberadaan mereka memenuhi syarat bila dilakukan verifikasi. Dari sinilah untuk membentuk partai politik tidak murah. Perlu dana puluhan hingga ratusan miliar untuk melahirkan partai baru. Tak heran bila partai politik yang ada dibentuk oleh para pengusaha yang berpolitik atau disokong oleh para pengusaha.

Bila kepengurusan sudah terbentuk dan lolos verifikasi, masalah yang ada belum selesai. Ia harus berjuang agar lolos parliamentary threshold (PT) yang dari waktu ke waktu semakin tinggi. Beda dengan pemilu tahun 1955 dan pemilu 1999 tanpa PT sehingga membuat caleg partai politik bisa lolos ke Senayan meski hanya satu atau dua orang.

PT inilah yang menjadi tantangan bagi partai politik. Jangankan partai politik baru, partai politik yang sudah lolos dalam Pemilu 2019, seperti PAN dan PPP, pun saat ini juga khawatir dengan aturan itu sehingga mereka menolak revisi UU Pemilu agar tidak ada lagi kenaikan PT. Aturan inilah yang membuat partai yang ada, lama ataupun yang barusan mengikuti pemilu, 'hilang' keberadaannya karena tak lolos PT. 

Terakhir yang terkena aturan ini adalah Hanura. Sebab tidak memenuhi PT maka ia tidak eksis kembali di masyarakat padahal sebelumnya, partai politik itu menjadi salah satu kekuatan fraksi politik di DPR. Hanura yang sudah lama saja tidak lolos, apalagi partai baru seperti Perindo, PSI, Partai Berkarya, yang baru ikut dalam pemilu nasional.

Meski mendirikan partai politik semakin berat dan sulit lolos dari PT namun sepertinya ada saja masyarakat yang terus mencoba untuk mencari 'peruntungan' dengan mendirikan partai politik. Kita dengar ada Partai Ummat, Partai Gelora, dan ada juga yang masih ancang-ancang, untuk bisa ikut dalam pemilu yang akan datang.

Sulitnya membentuk partai baru inilah membuat kader atau orang lain yang ingin memiliki partai politik menempuh jalan pintas. Jalan pintas yang dilakukan kader atau orang lain itu adalah dengan merebut kepengurusan yang ada. Partai politik yang sebelumnya ayem-ayem saja, tiba-tiba bisa terjadi konflik. Munculnya konflik biasanya dilandasi alasan atau tuduhan bawah pengurus yang ada tidak akomodatif, tertutup, atau tidak bisa meningkatkan elektabilitas partai. Tuduhan-tudahan yang demikian sebenarnya hanya alasan, intinya ada pihak lain yang ingin menguasai partai politik itu.

Konflik internal, perebutan kekuasaan, itu terjadi di banyak partai politik. Partai Golkar, PPP, Partai Berkarya, dan Partai Demokrat, merupakan partai yang pernah mengalami konflik internal. Partai yang lain seperti PKS juga pernah mengalami hal yang demikian namun terselesaikan dengan salah satu pihak di antara mereka membuat partai sendiri. Demikian pula PAN.

Konflik yang terjadi biasanya menyebabkan munculnya dualisme kepengurusan. Dua kubu itu saling gugat di pengadilan sehingga konsolidasi ke bawah diabaikan. Akibatnya keberadaan mereka mengecil sendiri. PPP misalnya sebenarnya adalah partai yang besar namun karena berlarut-larutnya konflik yang melanda mereka, membuat partai berlambang Kabah itu menyusut drastis. 

Bila hal yang demikian juga terjadi di Partai Demokrat, di mana kementerian terkait bisa saja menggoreng-goreng atau menarik-ulur masalah yang ada, maka partai yang dibesarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu bisa mengalami nasib yang sama dengan PPP, dari partai besar menjadi partai yang kecil bahkan tak lolos PT.

Dalam konflik partai politik yang berpotensi memunculkan dualisme kepengurusan, salah satu pihak biasanya disarankan untuk membentuk partai politik baru. Seperti dalam konflik yang terjadi di Partai Demokrat, Moeldoko disarankan untuk membuat partai baru namun entah dipandang membuat partai politik prosesnya rumit dan perlu modal yang besar serta belum tentu lolos ke Senayan, mendingan menguasai partai politik yang sudah ada, yang sudah lolos ke Senayan, yang mempunyai potensi besar untuk dinaikan elektabilitasnya, serta sudah mapan keberadaannya. Tinggal sentuh sedikit sudah lebih matang, demikian mungkin pikirannya.

Dengan renungan di atas selama masih ada hasrat berkuasa dan satu-satunya jalan untuk menempuh itu harus lewat partai politik, maka konflik internal dan membentuk partai politik akan terus ada. Tinggal pilih yang mana, secara pintas atau melalui prosedur yang sudah ditetapkan oleh aturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun