Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dingin Kepada Junta Militer, Ada Apa dengan ASEAN?

26 Februari 2021   08:21 Diperbarui: 5 Maret 2021   07:55 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang polisi (tengah) mengacungkan senapannya dalam bentrokan melawan massa yang ikut dalam demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar di Naypyidaw, pada 9 Februari 2021. (STR via AFP/kompas.com)

Namun apa yang terjadi di Myanmar disikapi secara dingin oleh negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Hanya Amerika Serikat yang getol dan sibuk dengan masalah Myanmar. 

Bahkan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, sampai menggelar konferensi press terkait kudeta militer di sana. Sikap Amerika Serikat yang demikian bisa jadi karena perang pengaruh negaranya di Myanmar dengan China. 

Di Myanmar tidak hanya terjadi pergolakan antara militer dan sipil yang berkepanjangan namun juga rebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan China.

Meski Myanmar sebagai negara yang 'tidak berpengaruh' di ASEAN, Asia, dan dunia, namun Amerika Serikat tidak mau negeri itu berada di bawah pengaruh China. 

Bila Myanmar jatuh ke China, bisa-bisa menurut Amerika Serikat, satu persatu negara di kawasan Asia Tenggara akan menjadi satelit atau 'koloni-koloni' China sehingga akses ekonomi dan pertahanan dikuasainya. Akibatnya Amerika Serikat akan kehilangan pengaruh di kawasan ini.

Dinginnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN terhadap kudeta militer di Myanmar bukan mereka tidak tahu apa yang terjadi di sana, yakni pengambilalihan kekuasaan secara paksa dan tidak demokratis.

Namun negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki problem di dalam negeri yang sama dengan apa yang ada di Myanmar, yakni kekuasan yang tidak demokratis dan bisa menggunakan kekuatan militer dan polisi untuk menekan kekuatan-kekuatan sipil.

Kalau kita lihat peta demokrasi di kawasan Asia Tenggara, tidak ada negara yang 'seratus persen' bisa menjalankan demokrasi yang sesuai dengan persamaan hak dan kebebasan berpendapat. 

Thailand sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar, kondisi politik dan kekuasaan yang ada juga sama, yakni kekuatan militer bisa sewaktu-waktu mengambilalih kekuasaan yang sah (sipil) dengan cara kudeta.

Pemerintahan sipil di negeri Gajah Putih yang berjalan dengan baik dan diterima rakyat, bisa tiba-tiba diambilalih oleh militer dengan alasan yang mengada-ada, seperti korupsi. Militer di Thailand tidak mau kehilangan pengaruh dan akses kekuasaan seperti Junta Militer Myanmar. 

Ketika kekuatan sipil berkuasa dan diterima oleh rakyat, hal demikian mengkhawatirkan posisi militer yang bisa tersingkirkan dari panggung politik. Untuk itulah bila ada pemerintahan sipil yang kuat dan mapan, maka atas nama demokrasi dan keadaan darurat, militer melakukan kudeta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun