Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada 2020, Kampanye From Home

28 September 2020   17:15 Diperbarui: 28 September 2020   17:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat Pemilu Presiden (Pilpres) pada tahun 2014 dan 2019, masyarakat dipusingkan dengan unggahan-unggahan yang ada di media sosial seperti facebook, twitter, dan jenis lainnya. Masyarakat pusing dengan apa yang ada di media sosial tersebut sebab banyak status yang berisi kabar bohong (hoax), fitnah, mencaci, dan membully dengan bahasa yang sudah tidak pantas lagi.

Dari status unggahan di media sosial, ada yang mampu mempengaruhi sikap dan pendirian orang namun ada pula yang tidak peduli dengan status tersebut sebab hal demikian diakui tidak benar. Ber-sliweran unggahan-unggahan di media sosial membuat orang menjadi prihatin atas keberadaan sarana tersebut pada masa itu. Masalah status di media sosial yang penuh dengan kabar bohong dan fitnah menjadi masalah nasional dan menjadi keprihatinan semua.

Terlepas dari masalah negatif dari media sosial, harus kita akui dan dari fakta di atas, media sosial merupakan alat yang efektif dalam membangun komunikasi massa yang cepat dan massif. Dengan menulis beberapa baris kata dan bila ada foto disertakan kemudian di-klik, berita dan foto yang diunggah akan tersebar ke seluruh dunia. Berita dan foto yang dibaca akan membangun opini masyarakat luas dan mempengaruhi sikap dan otak sehingga bisa membuat pembaca percaya dan melakukan tindakan seperti yang ada dalam berita dan foto tersebut.

Untuk membangun opini dan sikap lewat media sosial, tidak perlu dilakukan di sebuah ruang kerja yang mewah dan ber-AC namun hal demikian bisa dilakukan di mana, di suatu kamar yang berukuran sempit dan berdinding triplek dan beratap sep pun bisa. Paling penting adalah adanya jaringan internet. Mengirim beritanya pun juga bisa dilakukan dari tempat yang sangat jauh, seperti di puncak gunung atau di pulau lain.

Dari paparan di atas bermediasosial sangat mudah dan gampang. Bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dengan demikian media sosial merupakan sarana komunikasi yang efektif yang tidak kenal batas waktu dan tempat.

Saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada masalah Pilkada. Pilkada di tengah pandemic Covid-19 menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan Pemerintah, DPR, KPU di satu pihak, dengan kelompok masyarakat di pihak yang lain. Dalam masa pendaftaran hingga nanti masa coblosan 9 Desember 2020 dikhawatirkan akan semakin meninggikan atau menambah banyaknya orang tertular Covid-19. Bila semakin tinggi dan banyak orang yang tertular Covid-19 hal demikian akan membuat kewalahan tenaga medis dan faktor lain yang tidak kita harapkan.

Dalam Pilkada serentak tahun 2020 sebenarnya sudah ada aturan bagaimana Pilkada dalam masa pandemic Covid-19 namun sayangnya aturan itu tidak ditegakkan dengan tegas sehingga terjadi pelanggaran seperti terjadinya kerumunan massa yang jumlahnya sangat melimpah. Meski mereka banyak yang menggunakan masker namun kalau tidak menjaga jarak maka potensi penularan tetap tinggi.

Tahapan Pilkada terbilang masih lama, tinggal masa kampanye. Nah di masa-masa kampanye inilah sangat rentan sebab sepertinya calon kepala daerah dan tim sukses lebih suka menggelar kampanye tatap muka secara langsung dan massal. Cara yang demikian dilakukan untuk unjuk kekuatan dan diyakini lebih terasa daripada lewat daring. Tim sukses berpikir, pembelajaran jarak jauh (PJJ) lewat online saja menimbulkan kesulitan bagi para pelajar apalagi kalau hal demikian diberlakukan untuk kampanye yang massanya mayoritas disebut dari kalangan rakyat biasa. Sehingga kampanye tatap muka sepertinya lebih dipilih daripada kampanye secara daring. Tim sukses mungkin akan tetap melakukan hal yang demikian, tinggal atur strategi berapa jumlah massa yang tepat untuk dikumpulkan.

Belajar dari penggunaan media sosial, dari segi manfaat, pada Pilpres 2024 dan 2019, sebenarnya lebih efektif menggunakan media sosial untuk kampanye Pilkada 2020. Bisa saja masyarakat kesulitan saat mengikuti kampanye daring namun bila memegang handphone dan bermedia sosial, mereka sudah biasa dan menjadi makanan sehari-hari.

Cara ini sangat efektif dan massif serta jangkauannya masuk ke mana-mana tanpa mengenal si pendukung A, pendukung B, dan pendukung C. Bahan-bahan kampanye yang berjargon dibubuhi foto dan video bisa mempengaruhi sikap, pikiran, dan otak masyarakat sehingga bisa memilihnya.  

Menggunakan media sosial untuk kampanye, selain jangkauannya luas dan tak terbatas oleh waktu, hal demikian juga membuat biaya kampanye menjadi murah. Beda banget dengan kampanye lewat tatap muka. Bila cara ini dilakukan, pastinya tim sukses akan mengeluarkan biaya transport, makan dan minum, serta biaya operasional saat kampanye.

Dalam masa pandemic Covid-19, kampanye menggunakan media sosial tentunya akan lebih menjamin keamanan dan kesehatan calon kepala daerah, penyelenggara Pemilu, tim sukses, dan para pemilih. Nah mengapa hal yang demikian tidak digunakan? Selain mengurangi resiko penularan, juga meredam kekhawatairan dari pihak-pihak yang ingin Pilkada ditunda.

Jadi untuk menjaga keberlangsungan Pilkada tetap berjalan, ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan di rumah, from home, yakni kampanye. Kampanye adalah titik yang krusial dalam pelibatan massa yang jumlahnya mencapai ribuan orang sehingga untuk menjaga kesehatan semua pihak maka perlu dilakukan Kampanye From Home (KFH).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun