Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Dinasti Politik Terjadi

4 Agustus 2020   08:22 Diperbarui: 4 Agustus 2020   08:28 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gaduh soal politik dinasti terjadi bukan kali pertama saat anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mendapat tiket secara resmi dari PDIP untuk maju dalam Pilkada Solo 2020. Maju dalam Pilkada, dirinya tidak hanya diusung oleh partai banteng moncong putih namun juga disokong oleh partai-partai besar lainnya, seperti Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN. Kecuali PKS yang belum menyatakan dukungan kepada Gibran. Dengan kalkulasi dukungan tersebut ditambah dengan masih kuatnya pengaruh ayahnya, Joko Widodo, mantan Walikota Solo yang sekarang menjadi Presiden, membuat banyak pihak menyebut Gibran akan memenangi Pilkada yang digelar pada bulan Desember.

Kegaduhan dinasti politik muncul biasanya ketika ada anak ketua umum partai politik atau elitnya; anak, istri, suami, atau kerabat kepala daerah atau pejabat eksekutif, entah presiden, wakil presiden, atau mantan, hendak maju dalam Pilkada atau Pemilu lainnya.

Mereka yang berada di posisi berseberangan akan mem-bully, mengkritik, atau melecehkan bila ada yang hendak melakukan praktek-praktek yang demikian. Banyak jejak rekam digital ungkapan dari politisi yang masih berbau kencur hingga ketua umum partai, memolak dan mem-bully ketika lawan politiknya hendak melanggengkan kekuasaannya dengan mendorong anaknya maju dalam Pilkada atau menjadi ketua umum partai.

Namun mereka yang mem-bully itu terkadang tidak sadar bahwa mereka punya anak, istri, suami, atau kerabat lainnya yang kelak akan mengikuti jejak mereka sebagai seorang politisi. Dan saat mereka sudah dirasa mampu atau pingin kekuasaanya dilanjutkan. ia mendorong anak, istri, suami, atau kerabatnya untuk menggantikan dirinya dalam dunia politik agar nikmatnya kekuasaan tidak berpindah ke orang lain. Dari sinilah akhirnya mereka juga melakukan hal yang sama, membangun dinasti politik.

Dinasti politik terjadi tidak berasal dari satu sumber. Bukan karena ayah, ibu, suami, atau istri, saja. Banyak sumber yang menyebabkan dinasti politik itu bisa terjadi. Apa saja yang menyebabkan dinasti politik terjadi?

Pertama, kalau dalam sistem pemerintahan monarkhi, dinasti politik terjadi karena faktor keturunan. Keturunan dari ayah atau ibu yang menjadi raja atau ratu, maka anaknya yang sulung atau anak laki-laki, maka ia menjadi penerus tahta kerajaan. Dalam dunia politik modern, sistem monarkhi dilegalkan dalam aturan dasar konstitusi sehingga kekuasaan yang ada akan diwariskan terus menerus secara legal dan sah.

Sehingga di sini ada raja di negara-negara Eropa dengan sebutan Raja XV. Suka atau tidak masyarakat harus menerima sebab hal demikian merupakan konstitusi yang wajib dijunjung, dilaksanakan, dan dipatuhi.

Kedua, dinasti politik dalam sistem pemerintahan yang menganut paham demokrasi bisa muncul apabila seseorang mempunyai pengaruh yang kuat atau kekuasaan di partai politik, eksekutif, dan daerah. Mereka yang mempunyai kekuasaan di tempat-tempat itu mempunyai pengaruh yang besar. 

Pengaruh yang besar itu digunakan untuk menekan pihak yang lain agar mematuhi dan menuruti kemauan yang diinginkan. Dari sinilah biasa ada seorang ketua umum partai politik, pejabat eksekutif, atau kepala daerah mendorong anaknya, pasangan hidupnya, atau kerabatnya maju dalam Pilkada atau Pemilu lainnya. 

Orang-orang yang di bawahnya atau jajaran di bawahnya, pastinya tidak ada yang berani menolak. Ada yang berani menolak namun biasanya masalahnya diselesaikan. Mereka yang menolak akan diberi jabatan baru. Bila tetap ngotot menolak, ia akan dipecat dari keanggotaan partai. Hal demikian banyak terjadi hingga menimbulkan konflik internal di partai.

Ketiga, dinasti politik tidak hanya didukung oleh kekuasaan semata. Ia bisa terjadi juga karena adanya dukungan finansial yang berlebihan. Omong kosong bila ada partai politik mendukung seseorang maju dalam Pilkada atau Pemilu karena menyebut calon yang ada berkualitas, amanah, atau dari kalangan milenial. 

Pastinya mereka mendukung seseorang karena ada mahar yang menggiurkan. Bila dilihat dari pelaku pendinasti politik, masalah finansial tidak susah bagi mereka. Mereka bukan orang biasa. 

Mereka adalah orang yang mempunyai harta banyak, Dengan pengaruh yang dimiliki, mereka bisa menggalang dana dari pihak-pihak lain untuk mensukseskan anak, istri, atau kerabatnya, yang maju dalam Pilkada.

Faktor finansial inilah yang juga mampu membungkam politisi bau kencur yang awalnya koar-koar menolak dinasti politik di berbagai media. Mereka yang diawal jelas-jelas mengatakan tidak, selanjutnya mengatakan, iya, entah karena masalah finansial atau afiliasi politik. 

Dari sini menunjukan bahwa politisi menolak atau mendukung dinasti politik, faktornya karena soal kepentingan saja. Suatu saat ia menolak, di saat yang lain ia mendukung. Dari sinilah juga membuat ada ungkapan, jangan percaya omongan politisi sebab tidak bisa dipegang.

Meneruskan karier ayah dan ibu dalam dunia politik memang tidak ada yang salah. Bila melarang maka aturan itu disebut melanggar hak asasi politik seseorang. 

Ada pepatah yang mengatakan, 'buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya'. Dengan pengertian yang demikian, wajar atau biasa bila seorang ayah atau ibu seorang politisi maka anaknya kemudian juga akan mengikuti jejak orangtuanya. Dan ini banyak terjadi di seluruh penjuru dunia termasuk di Amerika Serikat yang disebut mbah-nya demokrasi.

Menjadi masalah bila anaknya sebelumnya tidak tertarik dalam dunia politik atau belum dikader dalam dunia politik yang panjang, berliku, dan kejam, tiba-tiba ia didorong untuk melakukan hal yang demikian. Bisa saja ia menang dalam Pilkada atau Pemilu lainnya namun hal yang demikian akan mengkhawatirkan dalam proses pembangunan. Banyak terjadi di daerah, ketika istri bupati maju dalam Pilkada kemudian menang, dalam proses pemerintahan, ternyata kebijakan yang ada dipengaruhi oleh suaminya yang pernah menjadi bupati. Disebut suaminya itu mengendalikan istrinya yang telah menjadi bupati.

Dari sinilah penerus dinasti bila masih tipis kadar politiknya membuat jalan pemerintahan yang terjadi, proses yang ada rawan dipengaruhi oleh orang-orang lain. Tidak hanya ayah, ibu, atau suami, namun juga kekuatan-kekuatan lain yang korup. Untuk itulah di sini perlunya kehati-hatian dalam membangun dinasti politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun