Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Jika Ambang Batas Naik, Demokrasi Semakin Tertutup

19 Juni 2020   13:55 Diperbarui: 19 Juni 2020   19:40 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila saluran politik yang ada semakin terbatas, tentu masyarakat akan semakin sulit untuk menyampaikan aspirasinya. Mungkin para pengusul kenaikan ambang batas menyebut bahwa mereka siap menampung suara-suara rakyat. Ungkapan demikian omong kosong sebab partai politik yang ada di Indonesia hanya dikendalikan oleh elit-elit yang ada. 

Partai politik kita bukan partai politik yang modern namun partai politik yang besar karena warisan dari orangtua dan pendirinya. Sehingga mereka lebih cenderung memperjuangkan kepentingan pendiri partai daripada memperjuangkan suara rakyat. 

Bila yang demikian terjadi maka rakyat akan semakin ditinggalkan dalam proses pembangunan yang ada. Pembangunan yang ada saat ini terbukti dikendalikan oleh partai politik dan terbukti juga mereka lebih mengutamakan golongannya.

Menyederhanakan partai dengan menaikan ambang batas mungkin diharapkan akan memunculkan partai-partai besar. Di mana partai-partai besar itu akan head to head alias saling berhadapan dalam setiap Pemilu, macam yang terjadi di Amerika Serikat ada dua partai besar yakni Demokrat dan Republik yang selalu bergantian memimpin kekuasaan. Bila tidak berkuasa, mereka akan menjadi oposisi.

Namun hal yang demikian jangan harap terjadi di Indonesia. Di Indonesia partai politik cenderung atau lebih suka menjadi bagian dari kekuasaan. Tujuannya mereka mendapat jatah dari nikmatnya kekuasaan. 

Tak hanya itu, kepentingan ketua umum partainya juga akan terlindungi. Nah bila demikian, bayangkan bila hanya ada 4 lima sampai partai politik yang lolos dengan ambang batas 7 persen lalu kemudian mereka semuanya masuk dalam kekuasaan dan tidak ada yang sudi menjadi oposisi. Bagaimana wajah politik, kekuasaan, dan demokrasi di Indonesia bila itu terjadi? 

Pastinya kekuasaan akan semakin otoriter dan tidak mau dikritik. Sekarang ada 9 partai saja 7 di antaranya adalah pendukung kekuasaan dan yang sisanya ogah-ogahan menjadi oposisi sehingga kontrol yang terjadi tidak kuat. Akibatnya gerak pemerintah menjadi tidak terkendali.

Bila demikian, demi kemaslahatan masyarakat, politik, demokrasi, dan tata negara yang ada, maka usulan kenaikan ambang batas hingga 7 persen perlu ditolak. Hal demikian hanya akal-akalan para pengusul kenaikan ambang batas sebagai upaya membunuh demokrasi dan kekuatan lainnya secara konstitusional. 

Para pengusul mempunyai niat tersembunyi agar partainya saja yang bisa lolos ke Senayan. Mereka membendung kekuatan di luar mereka agar bisa memonopoli kekuasaan. Kekuasaan bisa dibagi-bagi oleh banyak kelompok namun akan lebih nikmat dan untung bila dipegang oleh satu atau dua kekuatan yang ada.

Memang jumlah partai perlu diatur namun caranya jangan seperti harga di pasar, dari waktu ke waktu semakin naik. Bila parliamentary threshold semakin naik, seperti harga di pasar, maka rakyat akan semakin susah membeli dan memilih. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak terwakili aspirasnya. 

Saat ini jumlah partai yang lolos ke DPR, sembilan partai, meski terbilang sudah banyak namun harus kita akui masih ada masyarakat yang (merasa) belum terwakili.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun