Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik Tak Harus Saat Lebaran

10 April 2020   07:15 Diperbarui: 10 April 2020   07:48 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk menghindari sebaran wabah corona yang lebih massif, pemerintah menyarankan agar masyarakat tidak mudik pada Lebaran tahun ini. Disebut dalam sebuah berita, Kementerian Perhubungan untuk meniadakan arus mudik dari Jakarta ke luar Jakarta dengan mekanisme reward and punishment. Cara ini mengatur, bila warga tetap tinggal di Jakarta, tidak mudik, ia akan mendapat penghargaan berupa insentif atau bantuan, seperti sembako termasuk internet. Sementara mereka yang ngeyel atau tak mengindahkan larangan, akan dikenai hukuman.

Meski puasa belum tiba, apalagi Lebaran, namun banyak warga meninggalkan daerah-daerah perantauan seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor; menuju daerah-daerah  di Jawa Tengah dan Jogjakarta. Mereka yang disebut mudik duluan, kebanyakan adalah warga yang bekerja di sektor informal. Mereka mudik jauh-jauh hari bahkan sebelum puasa sebab terkena dampak penghentian kerja, himbauan pembatasan keluar rumah, bahkan 'lockdown' akibat wabah corona. Sehingga mereka berpikir daripada nganggur di daerah perantauan lebih baik pulang kampung saja.

Pencegahan migrasi besar-besaran masyarakat kembali ke asal usulnya, merupakan antisipasi agar wabah corona tidak lebih menjalar ke masyarakat yang tinggal di desa-desa, gunung-gunung, dan tepian pantai. Disebut di sebuah kabupaten di Jawa Barat, status orang dalam pemantauan (ODP) corona meningkat seiring bertambahnya pemudik yang berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Untuk itulah daerah-daerah yang ketiban para pemudik, melakukan berbagai antisipasi dan pencegahan agar mereka yang pulang duluan tidak menjadi penyebar wabah yang mematikan. Mereka diperiksa satu-satu bahkan ada yang dikarantina lebih dahulu.

Lalu bagaimana kita semua yang punya kampung halaman, asal usul, menanggapi pelarangan mudik ini? Kita harus mendukung berbagai cara dan upaya untuk mencegah lebih luasnya penyebaran wabah corona termasuk melarang tradisi yang biasa kita lakukan saat Hari Raya Idul Fitri, mudik tahun ini.

Sebagaimana mana kita ketahui, mudik Lebaran merupakan sarana bagi ummat Islam untuk menjalin silaturahmi dengan orangtua, saudara, kawan, sahabat, yang berada di kampung halaman. Dalam tradisi itu kita bertatap muka, berjabat tangan, berpelukan, sambil diiringi makanan kecil dan minuman manis untuk lebih mengakrabkan suasana. Peristiwa yang demikian terbilang jarang-jarang sebab terjadi hanya setahun sekali.

Namun seiring perkembangan pembangunan dan teknologi, rasa rindu yang terpendam selama satu tahun mulai bisa dikurangi dan diurai. Harus kita akui perjumpaan manusia, perantau dengan kampung halamannya, sekarang lebih kerap dan mudah dilakukan, tak perlu menunggu setahun sekali. Banyak bukti sesungguhnya masyarakat melakukan mudik tak hanya setahun sekali.  Untuk itu jangan sedih atau marah bila Lebaran tahun ini kita tak melakukan kebiasaan itu sebab kita bisa melakukan mudik dalam kesempatan yang lain.

Mudik setahun sekali itu terjadi pada tahun 1970-an hingga 1990-an namun semakin majunya perkembangan jaman, sekarang dalam setahun orang yang tinggal di perantauan seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, bisa beberapa kali pulang ke daerah-daerah di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jogjakarta.

Mengapa sekarang mudik kerap dilakukan oleh masyarakat? Ada beberapa fakta yang menjadikan masyarakat kerap mudik sehingga mudik tak lagi hanya saat Lebaran. Saat libur Natal, tahun baru, Idul Adha, serta libur-libur nasional dan libur anak sekolah, masyarakat juga melakukan mudik. 

Pertama, infrastruktur jalan tol yang semakin panjang, membelah Pulau Jawa, sehingga jalur ini memudahkan dan menyamankan orang untuk melakukan perjalanan. Mudah dan semakin cepatnya orang melakukan perjalanan, lewat tol, membuat masyarakat sering bepergian. Dulu akses trans Jawa hanya Jalur Pantura namun dengan tersambungnya jalan tol mulai dari Merak hingga Probolinggo, akses untuk pulang kampung semakin banyak pilihan dan menyenangkan sehingga hal demikian memancing orang kerap mudik.

Kedua, sarana transportasi semakin nyaman. Cerita naik kereta api yang penuh, sesak, semrawut, itu dulu. Sekarang sistem perkeretaapian di Indonesia beda. Naik kereta apapun jenisnya, dari ekonomi dan bisnis sekarang terdapat kenyamanan. Orang bisa membeli tiket jauh-jauh hari secara elektronik dan mereka yang membeli tiket pasti mendapat tempat duduk. Tak ada lagi di gerbong orang berebut tempat duduk. Tak ada lagi penumpang lain tiba-tiba duduk di bawah kursi kita apalagi tidur. Semua penumpang yang ada harus tertib menaati aturan yang ada sehingga suasana yang demikian membua rasa nyaman dan lapang saat naik kereta. Kondisi yang demikian membuat kereta api selalu penuh bila hari-hari libur nasional, apalagi saat mudik Lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun