Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Memilih Bergabung dengan Kekuasaan?

5 Juli 2019   07:46 Diperbarui: 5 Juli 2019   07:49 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan ditolaknya gugatan hukum dari Tim Pengacara Prabowo-Sandi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) membuat legitimasi kemenangan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amien dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 semakin kuat. Akibat dari Keputusan MK selain menyelesaikan proses Pilpres juga akan semakin memperjelas gambaran koalisi baru.

Sebagaimana diketahui, jauh-jauh hari sebelum Sidang MK, tersiar kabar migrasi dukungan partai pendukung Prabowo-Sandi ke kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amien. Mereka yang sering diberitakan hendak migrasi adalah Partai Demokrat dan PAN. Entah mereka ditawari atau menawarkan diri, yang jelas elit kedua partai itu secara intensif telah melakukan pertemuan dengan Joko Widodo. 

Sementara itu, dua partai yang lain, PKS dan Gerindra, akan memilih jalannya sendiri. Partai Gerindra bisa iya bisa tidak ikut bergabung dalam koalisi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amien. 

Sementara PKS dengan tegas menyatakan dirinya konsisten berada di luar kekuasaan sebagai oposisi. Wakil Ketua Dewan Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, dalam sebuah kesempatan mengungkapkan partainya memilih berada di luar kekuasaan sebab posisi yang demikian juga konstitusional. Dengan berada di luar kekuasaan, menurutnya, untuk memastikan demokrasi di Indonesia masih ada dan lebih berkualitas.

Bergabung atau tidak dalam koalisi pendukung pemerintah, merupakan hak masing-masing partai. Di Indonesia sepertinya tidak ada partai politik kepanjangan tangan, cabang, atau anak buah partai politik yang lain sehingga tidak ada partai politik yang satu disuruh oleh partai politik yang lain sesuai dengan kemauannya. Partai politik di Indonesia mempunyai otoritas masing-masing yang telah ditentukan secara internal.

Menarik di sini adalah mengapa partai politik mau bergabung dengan kekuasaan bahkan rela disebut tidak setia terhadap koalisi sebelumnya. Kalau diselusuri, partai politik dibangun memang untuk meraih kekuasaan. Dari sinilah mereka berusaha untuk memenangkan setiap Pemilu, entah Pilkada, Pileg, maupun Pilpres. Dengan kemenangan tersebut maka partai politik mempunyai kekuasaan di mana dalam semesta yang ada, di situ ada kekuatan untuk mengatur keuangan, hukum, dan kekuatan lain yang bisa menekan pihak lain.

Untuk meraih kekuasaan yang ada, di Indonesia sepertinya tidak bisa dilakukan sendiri sebab aturan President Threshold pada angka 20 persen di parlemen dan 25 persen suara di tingkat nasional membuat partai politik tidak bisa sendiri mengajukan calon Presiden. Untuk itulah di sini lahir koalisi partai politik mulai dari dua partai hingga 6 partai.

Koalisi partai politik dibangun tidak hanya sekadar untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden namun juga untuk mengamankan kekuasaan yang ada lewat jalur legislatif, DPR. Semakin besar koalisi di DPR akan semakin aman Presiden dalam membuat kebijakan. Pun sebaliknya, semakin kecil koalisi pendukung pemerintahan, akan membuat risau ketika Presiden melaksanakan kebijakan yang hendak ditetapkan.

Kekuasaan memiliki banyak kekuatan (mengatur keuangan, hukum, dan lain sebagainya) namun di sisi yang lain membutuhkan dukungan dari partai politik. Di sinilah awal alasan mengapa partai politik lebih suka memilih bergabung dengan kekuasaan.

Kalau kita selusuri, partai politik lebih suka bergabung dengan kekuasaan dilandasi faktor, pertama, dalam aktivitas keseharian partai politik membutuhkan anggaran yang tinggi. Potongan gaji dari anggota mereka yang menjadi wakil rakyat dirasa tidak cukup. 

Untuk itulah mereka membutuhkan dana dari sumber yang lain. Bila mengandalkan bantuan dari rakyat, fenomena yang demikian belum tercermin di Indonesia. Beda dengan demokrasi di negara yang sudah maju di mana rakyat dengan suka cita sudi membantu partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun