Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bila Rumah Pejabat Kena Proyek Tol

20 Mei 2019   08:32 Diperbarui: 21 Mei 2019   09:06 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiang Tol Becakayu di Jalan KH. Noer Ali, Kota Bekasi, Rabu (27/2/2019).| Sumber: Kompas.com/Dean Pahrevi

Dari waktu ke waktu, dari pemerintahan ke pemerintahan, proyek jalan tol terus dibangun oleh pemerintahan yang berkuasa. Mulai dari era Presiden Soeharto yang membangun jalan Tol Jagorawi, akhir tahun 1970-an, hingga pemerintahan sekarang, ruas jalan tol semakin panjang dan tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa namun sudah ada yang terbentang di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Pembangunan yang berkesinambungan tersebut membuat jalan tol yang awalnya hanya 60 km menjadi ratusan km bahkan dari ujung barat hingga hampir ujung timur Pulau Jawa mulai tersambung.

Pastinya dalam pembangunan jalan bebas hambatan tersebut membutuhkan lahan sebab jalan yang dibangun bukan memperbaiki jalan yang ada namun membangun ruas laluan yang baru. 

Nah dalam pembangunan jalan tol yang ada, sering kita lihat area persawahan, ladang, perkebunan, perumahan, bahkan kuburan kena papras dari proyek itu. Akibat yang demikian, bila laluan itu menimpa rumah dan lahan milik penduduk maka di sini biasa terjadi tawar menawar antara pemilik rumah dan lahan yang terkena proyek dengan pihak pemerintah.

Nah di sini ada beberapa fenomena bila proyek laluan bebas hambatan itu harus memindahkan rumah dan lahan masyarakat. Pertama, terjadi konflik antara masyarakat yang terkena proyek dengan pemerintah. Banyak contoh konflik masalah tanah untuk urusan ini. 

Misalnya, pada Oktober 2018, sebanyak 23 warga di empat desa di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jantho. Mereka melakukan gugatan karena keberatan atas ganti rugi yang ditetapkan. Nilai ganti rugi sebesar Rp12.000 hingga Rp45.000, dirasa terlalu kecil atau murah.

Kejadian tersebut pastinya tidak hanya di Aceh namun bisa juga terjadi saat pembangunan ruas tol di Sumatra bagian selatan, Manado-Bitung diSulawesi Utara, Balikpapan-Samarinda di Kalimantan Timur, serta daerah lain apalagi ruas-ruas tol di Jawa yang harga tanah semakin mahal karena semakin padatnya penduduk. 

Masalah konflik tanah itu tidak hanya terjadi pada era pemerintahan saat ini, pada era pemerintahan sebelumnya, konflik tanah dalam pembangunan jalan tol juga kerap terjadi.

Pentingnya pembangunan jalan tol namun selalu diiringi dengan konflik pertanahan membuat masalah ini menjadi isu nasional sehingga kejadian ini menjadi bahasan dalam debat Calon Presiden 2019 yang digelar beberapa bulan yang lalu. Pastinya pihak pemerintah mengatakan, pemerintah telah memberi lebih kepada masyarakat meski kenyataan di lapangan belum tentu seperti yang dikatakan. 

Dalam masalah pembebasan lahan untuk jalan tol, biasanya masyarakat berada pada pihak yang tidak berdaya. Mereka "disuruh" mengalah dengan alasan demi kepentingan umum. Rumah dan lahan yang mereka miliki secara turun temurun pun akhirnya kena gusur oleh proyek itu dan mereka entah ke mana mencari rumah, lahan, dan pekerjaan yang baru.

Kedua, bila ruas jalan tol itu mengenai rumah dan atau lahan milik pejabat, bisa jadi jalur atau alur ruas tol itu digeser sehingga tidak mengenai rumah dan lahan milik pejabat itu. Fenomena demikian bisa dilihat dari twitter milik mantan Ketua MK Mahfud MD. 

Dalam cuitan yang tertanda tanggal 15 Mei 2019 itu, mantan Ketua Presidium KAHMI, Mahfud MD mengatakan

@mohmahfudmd Menarik, rumah pribadi Menteri PUPR Basuki Hadi Mulyono di Bekasi akan digusur utk proyek jalan tol. Pd-hal dialah yg menjadi pimpinan pembuatan jalan. Dulu diberitakan ada pejabat daerah yg membelokkan rencana jalan tol agar tak melewati tanah pribadinya. Hormat utk Pak Basuki.

Dari membaca tweet itu terlihat jelas bagaimana perlakuan pembangunan jalan tol ketika harus berhadapan dengan pejabat. Karena ia memiliki kekuasaan maka membuat jalan tol yang seharusnya lurus menjadi berbelok atau seharusnya berbelok menjadi lurus. 

Pastinya perubahan alur tersebut akan membuat dampak yang lain, bisa jadi anggaran pembangunan menjadi membengkak dan menyebabkan bertambahnya lahan yang terkena proyek. Bertambahnya lahan yang terkena proyek pasti akan berimbas pada lahan yang lain. 

Nah lahan yang lain ini bisa pemukiman, sawah, ladang, kebun, atau kuburan milik masyarakat. Sehingga pergeseran ruas jalan tol karena si pejabat tadi akan menambah konflik antara pemerintah dan masyarakat.

Ketiga, pembebasan lahan untuk jalan tol tidak menjadi masalah bagi seseorang. Dalam hal ini saya mengungkapkan berita yang menarik ketika rumah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono terkena gusur pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). 

Dalam berita, Jawa Pos, Kamis 16 Mei 2019, diceritakan Basuki santai saja menanggapi kabar rumahnya yang bisa kena gusur. Ia bahkan tertawa, "hehehe....". Lebih lanjut diceritakan dalam berita itu, Basuki sama sekali tak keberatan dan langsung menerima rencana pembangunan jalan tol itu.  

Basuki tak merasa keberatan dengan pembangunan jalan tol yang hendak menghilangkan jejak kediamannya itu tentu karena ia bukan orang biasa. Ia selama ini adalah orang yang paling bertanggung jawab dan dibebani oleh Presiden dalam masalah pembangunan jalan tol dalam era pemerintahan saat ini. 

Di tangannya, pembangunan ruas jalan tol demikian massifnya sehingga ia mendapat anugerah Tokoh Perubahan Tahun 2017 dari Harian Republika atas prestasinya sukses dalam pembangunan infrastruktur tol. Tentu capaian itu tidak mau dinodai oleh sikapnya yang menolak jalur Tol Becakayu yang menabrak kediamannya.

Selain faktor yang demikian, sebagai seorang menteri dan orang yang berpendidikan tinggi, S2 dan S3 di Colorado State University, Amerika Serikat, tentu Basuki memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda dengan 23 warga Aceh besar yang terkena gusuran pembangunan jalan tol. 

Pembangunan jalan tol yang harus membuat dirinya pindah rumah tentu tak membuat pusing seperti masyarakat biasa yang rumah dan lahannya diambil oleh pemerintah untuk pembangunan jalan tol.

Dari paparan di atas, bagaimana proses pembangunan jalan tol dan masalah ganti rugi itu tergantung dari kemampuan dan jabatan seseorang. Bila pejabat daerah ia bisa seperti yang ada dalam tweet Mahfud MD, yakni menggeser lintasan. Bila masyarakat biasa, mereka hanya bisa pasrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun